Laman

Kamis, 30 Januari 2014

Islam Mengapresiasi Perbedaan

Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
 
Mustahil memungkiri pluralitas suku, etnis, dan agama yang hidup di negara ini. Bahkan teks-teks suci agama pun menyebutkan bahwa keberagaman dan perbedaan merupakan fitrah yang diciptakan Tuhan. Maka mengingkari perbedaan dan keberagaman juga berarti meragukan kekuasaan Tuhan. Dalam ayat suci al Quran di jelaskan “Likullin ja'alnaa minkum syir'atan waminhaajan walaw syaa-a allaahu laja'alakum ummatan waahidatan walaakin liyabluwakum fiimaa aataakum faistabiquu alkhayraati - Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.[ QS. Al Maa'idah 48: 48]. 

Menyikapi adanya banyak agama, ada pertanyaan mengapa Allah Swt tidak menetapkan sebuah agama dan syariat yang satu untuk semua masyarakat sepanjang sejarah, sehingga hal ini tidak akan menimbulkan perselisihan? Menjawab pertanyaan ini, ayat ini menegaskan, Allah Swt mampu menjadikan semua masyarakat sebagai  umat yang satu, serta mengikuti satu agama, Tapi hal ini tidak sesuai dengan prinsip penyempurnaan dan pendidikan manusia secara bertahap. Sebab, dengan berkembangnya pemikiran umat manusia, maka banyak hakikat yang harus semakin diperjelas dan metode yang lebih baik dan sempurna juga harus dipaparkan untuk kehidupan manusia.

Dalam konteks Indonesia, keragaman sebenaranya bisa dijadikan pemicu dinamika progresif kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun sayangnya masih banyak pihak yang memahami fakta perbedaan sebagai barang haram di negeri ini. segala sestua yang berbeda kerap dianggap hina dan perlu dikucilkan serta diasingkan dari ruang tata kehidupan. Sudah banyak contoh tindakan-tindakan yang mendiskriminasikan perbedaan. Sebut saja di antaranya seperti perilaku sebagian pemeluk agama yang mengklaim agama­nya paling benar, sementara agama yang lain salah dan ka­rena itu tidak berhak dan di­la­rang berkembang di ma­sya­rakat.

Menurut Prof Dr H Fauzul Iman, MA, jika keadaan semacam ini dibiarkan hak kebebasan beragama seseorang menjadi tidak dihormati dan puncaknya tatanan sosial dapat hancur. Prof Dr H Fauzul Iman juga menambahkan bahwa toleransi dan kebebasan agama bukan sekedar ditujukan pada pengalaman keagamaan dalam tradisi yang mapan. Hal-hal lain yang “baru” juga harus mendapatkan tempatnya secara layak. “Al-Qur’an mempolakan keragaman kehidupan dengan amat jelas melalui perbedaan pandangan (minhaj), potensi dan jalan hidup (syir’ah) yang dimiliki umat manusia (Q.S. 5:48). Perbedaan itu dimaksud­kan Tuhan sebagai jalan ber­lomba (berkompetisi) meraih kebaikan. Sebaliknya umat manusia yang mengingkari per­bedaan (keragaman) berarti menafikan kebaikan dari Tuhan,” Ungkap Prof Dr H Fauzul Iman.

Laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala 'alaa hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa alzzakaata waalmuufuuna bi'ahdihim idzaa 'aahaduu waalshshaabiriina fii alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna "

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa [QS. Al Baqarah: 177].

Perbedaan harus nya membuat kita sadar bahwa sebagai manusia yang berbudi, mempunyai pemikiran cerdas dan mencintai kebersamaan bahwa hidup ini akan semakin kaya jika menampung perbedaan aspirasi, kita mengelola perbedaan itu menjadi sebuah kehidupan yang demokratis, menerima kritik maupun saran. Sikap seperti ini tentu nya jauh lebih mulia dari pada kita hanya mencoba menghakimi orang lain yang berbeda. Landasan berpikir dengan mengambil perbedaan hanya sebuah dinamika tanpa perlui harus di musuhi akan membuat kita menjadi peradaban maju baik secara agama, negara dan kemanusiaan, kita lihat saja sejarah telah mencatatkan berapa banyak Imam madzhaf, filosof dan tojoh sufi yang lahir dari buah pemikiran yang tidak menyudutkan. Pemikiran itu di bingkai dengan etika dan akhlak Islam maka akan menjadi kekuatan besar.

Anak muda yang  santun dan peduli akan tetap berpikir jernih terhadap kondisi bangsanya, ia tetap optimis tanpa harus melakukan perlawanan dan gerakan radikal yang justru mencederai nama dan kemuliaan agama itu sendiri. Perlu kita kutip susunan bait dari lagu yang di populerkan oleh Pujiono, seorang anak muda sederhana yang ikut dalam sebuah lomba audisi di salah satu stasiun televisi swasta, kelihatan sekali bahwa ia betul menghayati dan mencintai negerinya. Lirik tersebut adalah Bersatu di Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia negara kita tercinta, Kita semua wajib menjaganya, Jangan sampai kita terpecah belah, Oleh pihak lainnya, Pancasila dasar negara kita, Dengan UUD empat limanya, Jangan sampai kita diadu domba, Oleh bangsa lainnya. Mari berbuat sesuatu hal yang jauh lebih penting untuk bangsa. Berkarya melalui apa saja dengan wujud cinta dan saudara. Satu untuk semua yaitu bangsa Indonesia. Agama Islam untuk dunia. Maka wujudnya adalah dengan mengedepankan moral dan bertaqarrub kepadanya.

*Penulis Adalah Alumni Program Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar