Laman

Minggu, 02 Februari 2014

Bid’ah



 Oleh Dr. Asep Usman Ismail


a yang berarti menciptakan atau mengadakan sesuatu yang baru. Dalam Islam, bid’ah adalah segala hal baru yang tidak ada dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Rasullah saw., baik dalam bidang akidah maupun dalam bidang ibadah. Secara garis besar, bid’ah terbagi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi`ah atau bid’ah qabîhah. Bid’ah hasanah secara bahasa berarti bid’ah yang baik. Dalam Islam, bid’ah hasanah adalah yaitu bid’ah yang tidak terkait dengan masalah akidah dan ibadah, tetapi bid’ah dalam bidang sosial dan kebudayaan. Bid’ah  bid’ah sayyi`ah atau bid’ah qabîhah secara bahasa adalah bid’ah yang buruk atau  bid’ah yang jelek; sedangkan dalam Islam, bid’ah sayyi`ah atau bid’ah qabîhah adalah bid’ah dalam akidah dan ibadah.

Pandangan Mu’tazilah bahwa Allah tidak memiliki sifat, Al-Qur`an makhluk, nasib orang beriman yang melakukan dosa besar di akhirat tidak di neraka dan tidak di surga, tetapi di suatu tempat antara surga dan neraka. Demikian juga pandangan para filosof Muslim bahwa Allah tidak mengetahui detil-detil sesuatu yang terjadi di bumi adalah contoh bid’ah dalam akidah. Bid’ah dalam ibadah adalah menambahkan bacaan atau gerakan yang tidak dilakukan  oleh Rasulullah saw sebagaimana ditegaskan oleh beliau: “Siapa saja yang melalukan amaliah yang tidak berdasar perintah kami, maka amaliah itu ditolak”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

Terhadap bid’ah dalam akidah dan ibadah ini, Rasulullah saw bersabda: “Sungguh sebaik-baiknya pembicaran adalah (membahas) kitab Allah, bimbingan yang terbaik (dalam beragama) adalah bimbingan Muhammad (melalui hadits Rasulullah saw); sedangkan hal yang paling buruk (dalam beragama) adalah mengada-adakan sesuatu (yang tidak dilakukan Rasulullah saw); karenanya setiap bid’ah (dalam agama) adalah sesat”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

Bid’ah dalam masalah sosial dan kebudayaan dinamakan bid’ah hasanah, karena merupakan keniscayaan hidup di zaman modern seperti memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi guna mempermudah hidup di abad global ini. Adapun tentang tradisi (adat), Ibn Taymiyah membaginya ke dalam tiga klasifikasi. Mahmûd fi al-dîn, terpuji dalam agama;  madzmûm fi al-dîn, tercela dalam agama; dan mubâh fi al-dîn, boleh-boleh saja dalam agama. Kaum Muslimin hanya dibolehkan mengikuti adat, tradisi atau kebudayaan yang terpuji dan mubah dalam agama. Tidak bolehkan membudayakan tradisi yang tercela menurut agama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar