Imam al-Bukhari adalah perawi atau periwayat
hadis, dan ulama ahli hadis terkenal. Nama lengkapnya Abu Abdullah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al- Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Ia
lebih dikenal dengan gelar al-Bukhari yang berarti “putra kelahiran Bukhara”,
kota pusat peradaban Islam abad tengah di Uzbekistan. Imam al-Bukhari sejak
kecil telah menunjukkan bakatnya yang cemerlang dalam studi Islam, terutama
dalam memahami dan menghafal hadis Nabi saw. Beliau dikenal memiliki dua
keunggulan yang menjadi syarat utama dalam periwayatan hadis, yaitu dhâbith
dan ‘adâlah. Dhâbith berkenaan dengan kecrdasan, sedangkan‘adâlah
berkenaan dengan integritas. Seorang perawi hadis disebut dhâbith,
apabila memiliki kemampuan untuk menyimak dengan akurat; menyimpan memori
dengan kuat dan menuturkan hafalan dengan tepat. Tidak ada satu kata yang
terlewat dan susunan yang berbelit. Kualitas dhâbith Imam al-Bukhari
yang excellent tersebut dipadukan dengan kepribadian yang ‘adâlah
meliputi muru`ah, menjaga kehormatan, martabat dan harga diri; ‘iffah,
menjaga diri dari perkataan dan perbuatan tercela, serta bersikap amanah,
jujur dan bertanggung jawab.
Kitab Jâmi as-Shahih yang lebih terkenal
dengan nama Kitab Shahih Bukhari merupakan magnum opus
karya Imam al-Bukhari yang sangat terkenal setelah Al-Qur`an. Kitab ini berada
pada urutan pertama di antara kutub as-sittah, enam kitab hadis. (1) Shahih
Bukhari karya Imam al-Bukhari; (2) Shahih Muslim karya Imam
Muslim; (3) Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud; (4) Sunan Tirmidzi
karya at-Tirmidzi; (5) Sunan an-Nasa`i karya an-Nasa`i; dan (6) Sunan
Ibn Majah karya Ibn Majah.
Keenam kitab hadis ini diakui oleh jumhur ulama
sebagai sumber rujukan pokok dalam mempelajari hadis Nabi saw. Dalam menyusun Kitab
Shahih Bukhari, Imam al-Bukhari tidak hanya memperhatikn kesahihan matan,
substansi hadis, tetapi juga memperhatikan kesinambungan sanad, mata
rantai periwayatan hadis hinggan Rasulullah saw. Beliau mempertahankan
prinsip liqâ`, perjumpaan perawi yang satu dengan perawi yang lain,
dalam periwayatan hadis dan menolak keras periwayatan hadis secara tertulis.
Hal ini dipertahakan oleh al-Bukhari semata-mata untuk menjaga
kualitas kesahihan hadis Nabi saw., sumber kedua ajaran Islam yang merinci
maksud dan kandungan Al-Qur`an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar