Oleh Muhammad El Maghfurrodhi
Apa universitas
yang pertama kali didirikan? Oxford University, bukan. Harvard University,
bukan juga. Cambridge University, itu juga bukan. Universitas tertua di dunia
ternyata bukan berasal dari Eropa atau Amerika. Dia datang dari Mesir, negara
Arab di Afrika Utara yang memang sejak dahulu memiliki peradaban yang tinggi.
Negeri Firaun yang kini mayoritas penduduknya muslim itu memiliki kebanggaan
internasional tersendiri, yakni menjadi tuan rumah bagi universitas tertua di
dunia, Universitas Al-Azhar. Sejarah nama
Al-Azhar mulai dikenal ketika penguasa Mesir pada dekade akhir abad pertama
masehi membangun sebuah masjid besar di pusat kota Kairo yaitu Jami’ Al-Azhar.
Mulanya, masjid ini bernama Jami’ al-Qahirah yang dinisbahkan pada nama kota
Kairo tempat masjid itu didirikan. Masjid itu diubah namanya menjadi Jami’
Al-Azhar yang dinisbahkan kepada Fatimah Al-Zahra, putri Nabi Muhammad saw.
Peresmian masjid ini dilakukan pada 7 Ramadan 361 H/971 M.
Penguasa yang
silih berganti selalu memberi perhatian besar terhadap masjid Al-Azhar. Siapa
pun sultan atau khalifahnya, berapa pun biaya yang dibutuhkan untuk merenovasi
dan mempercantik masjid Al-Azhar, semuanya tidak menjadi masalah. Seiring
berjalannya waktu, dibangunlah ruangan khusus untuk pengajaran ilmu-ilmu Islam
di kompleks masjid.
Lembaga
pendidikan Al-Azhar bermula pada tahun 975 M ketika penguasa Mesir yang berasal
dari Dinasti Fatimiyah saat itu, al-Muiz Lidinillah, meresmikan Jami’ah
(universitas) Al-Azhar. Tahun peresmian Universitas Al-Azhar ini sudah diakui
secara internasional sebagai waktu pertama kali berdirinya universitas di
dunia. Ya, Universitas Al-Azhar adalah universitas tertua di dunia.
Pada akhir milenium
I Masehi, Dinasti Fatimiyah yang bermadzhab Syiah Ismailiyah mulai goyah. Awal
milenium II Masehi, Dinasti Ayubiyah yang bermadzhab Sunni benar-benar sudah
menghapus dan menggantikan Dinasti Fatimiyah. Pada masa Dinasti Ayubiyah, para
mahasiswa dan ulama ternama dari berbagai penjuru dunia Islam mulai berdatangan
dan berkunjung ke Universitas Al-Azhar. Di antara dosen yang datang mengajar
pada masa itu adalah Abdul Latif al-Baghdadi (pakar ilmu mantiq dan
bayan/sastra), Abu Qasim al-Manfakuti, Jalaluddin al-Suyuti, Syaikh al-Sahruri,
Ibnu al-Farid (sufi terkenal), dan Syamsuddin Khallikan (ahli sejarah
terkenal).
Pada masa
kekuasaan Dinasti Mamluk (1250-1517) Universitas Al-Azhar kembali menemukan
momentum kebangkitan setelah hampir satu abad seolah-olah nonaktif karena
transisi penguasa yang beraliran Syiah ke penguasa yang Sunni. Pada masa itu
peristiwa jatuhnya Baghdad ke tangan tentara Tartar dan pembantaian serta
pengusiran umat Islam di Andalusia (Spanyol) beraduk menjadi satu formula yang
pas sehingga mengkondisikan Universitas Al-Azhar menjadi tujuan pelarian para
sarjana dan ahli sejarah terkenal. Di antara mereka adalah Ibnu Khladun,
filsuf, sosiolog, dan pakar sejarah termasyhur yang datang ke Mesir pada 784
H/1382 M dan mengajarkan hadis dan fiqih. Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa
Dinasti Mamluk meningkat pesat. Khalifah memerintahkan para ulama untuk
membukukan karya ilmiah dari berbagai cabang ilmu.
Struktur
kepemimpinan di Universitas Al-Azhar berbeda dengan model struktur yang dikenal
di universitas-universitas modern saat ini. Di sana terdapat jabatan Syaikh
Al-Azhar yang merupakan pemimpin puncak dari keseluruhan tubuh Universitas
Al-Azhar. Syaikh Al-Azhar bisa dikatakan grand syaikh dari
para syaikh yang ada di Universitas Al-Azhar. Di bawah Syaikh Al-Azhar adalah naib
syaikh Al-Azhar (wakil Syaikh Al-Azhar) yang bertanggungjawab atas misi
dakwah Al-Azhar ke berbagai wilayah dunia Islam, rektor Universitas Al-Azhar,
dan kepala penelitian Universitas Al-Azhar.
Syaikh al-Azhar
secara tidak langsung merupakan syaikh yang paling dihormati di Mesir. Selain
menjadi rujukan utama penilaian atas reputasi ilmiah bagi guru, dosen, mufti,
dan hakim di Mesir, ia juga menjadi yang paling ter-rekomendasi-kan dalam
urusan pembagian harta wakaf, hadiah, dan sebagainya.
Sistem
pengajaran yang dipakai di Universitas Al-Azhar adalah sistem halaqah
(kelompok studi dalam bentuk lingkaran di dalam masjid) yang metode
penyampaiannya menerapkan syarah (ceramah), niqasy (diskusi),
dan hiwar (dialog). Pengembangan Universitas
Al-Azhar tampak pada masa kepemimpinan Syaikh Muhammad Abbasi al-Mahdi
al-Hanafi, rektor ke-21 Al-Azhar. Pada Februari 1872 ia memasukkan sistem ujian
bagi mahasiswa untuk mendapatkan ijazah Universitas Al-Azhar. Calon sarjana
harus berhadapan dengan tim penguji yang beranggotakan enam syaikh yang
ditunjuk oleh Syaikh Al-Azhar. Kandidat yang berhasil lulus mendapatkan al-syahadah
al-alimiyah (ijazah kesarjanaan).
Pendidikan di
Universitas Al-Azhar selalu terbuka untuk semua orang yang ingin belajar dari
seluruh penjuru dunia. Setiap tahun, beribu-ribu pelajar dari berbagai negara
melamar untuk mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar. Tidak terkecuali
para pelajar Indonesia. Sebagian mereka bahkan memimpikan untuk melanjutkan
studi mereka di sana. Mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian seleksi
masuk Universitas Al-Azhar jauh-jauh hari sebelum mereka lulus dari sekolah
mereka. Al-Azhar tidak
diperuntukkan khusus laki-laki saja. Sejak 1962, Al-Azhar membuka pintu bagi
kaum wanita untuk belajar di Universitas Al-Azhar. Dr. Zainab Rashid ialah
pelopor yang membuka “Kulliyat al-Banat” (Fakultas Wanita/Al-Azhar
Woman’s College) yang berlokasi di gedung baru yang terpisah dari lokasi kampus
utama Al-Azhar dengan jumlah mahasiswi lebih dari 3000 orang dari berbagai
penjuru dunia.
Pada masa
kepemimpinan Syaikh Mahmud Syaltut (rektor ke-41 Al-Azhar), diberlakukan
undang-undang pembaruan yang disebut Undang-Undang Revolusi Mesir No. 103 Tahun
1961 yang mengatur organisasi Al-Azhar. Dalam undang-undang ini ditetapkan
adanya pembukaan fakultas baru seperti Kedokteran, Perdagangan, Farmasi,
Pertanian, Teknik, Bahasa Arab dan Terjemah, Ilmu Pasti, Tarbiyah, dan Studi
Kemanusiaan, di samping Fakultas Syariah, Ushuluddin, dan Sastra yang telah
ada. Menurut ayat 33 undang-undang ini, Universitas Al-azhar adalah lembaga
pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tingkat universitas atau
penelitian yang bertujuan untuk memelihara, mempelajari, dan menyebarluaskan turats
(warisan) Islam.
Sumber: Azyumardi
Azra, dkk, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),
245-250. Dengan beberapa perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar