Laman

Senin, 10 Februari 2014

AL AZHAR UNIVERSITY: Pelopor Universitas Islam Modern



 

Oleh Muhammad El Maghfurrodhi 
 
Apa universitas yang pertama kali didirikan? Oxford University, bukan. Harvard University, bukan juga. Cambridge University, itu juga bukan. Universitas tertua di dunia ternyata bukan berasal dari Eropa atau Amerika. Dia datang dari Mesir, negara Arab di Afrika Utara yang memang sejak dahulu memiliki peradaban yang tinggi. Negeri Firaun yang kini mayoritas penduduknya muslim itu memiliki kebanggaan internasional tersendiri, yakni menjadi tuan rumah bagi universitas tertua di dunia, Universitas Al-Azhar. Sejarah nama Al-Azhar mulai dikenal ketika penguasa Mesir pada dekade akhir abad pertama masehi membangun sebuah masjid besar di pusat kota Kairo yaitu Jami’ Al-Azhar. Mulanya, masjid ini bernama Jami’ al-Qahirah yang dinisbahkan pada nama kota Kairo tempat masjid itu didirikan. Masjid itu diubah namanya menjadi Jami’ Al-Azhar yang dinisbahkan kepada Fatimah Al-Zahra, putri Nabi Muhammad saw. Peresmian masjid ini dilakukan pada 7 Ramadan 361 H/971 M.

Penguasa yang silih berganti selalu memberi perhatian besar terhadap masjid Al-Azhar. Siapa pun sultan atau khalifahnya, berapa pun biaya yang dibutuhkan untuk merenovasi dan mempercantik masjid Al-Azhar, semuanya tidak menjadi masalah. Seiring berjalannya waktu, dibangunlah ruangan khusus untuk pengajaran ilmu-ilmu Islam di kompleks masjid.

Lembaga pendidikan Al-Azhar bermula pada tahun 975 M ketika penguasa Mesir yang berasal dari Dinasti Fatimiyah saat itu, al-Muiz Lidinillah, meresmikan Jami’ah (universitas) Al-Azhar. Tahun peresmian Universitas Al-Azhar ini sudah diakui secara internasional sebagai waktu pertama kali berdirinya universitas di dunia. Ya, Universitas Al-Azhar adalah universitas tertua di dunia.

Pada akhir milenium I Masehi, Dinasti Fatimiyah yang bermadzhab Syiah Ismailiyah mulai goyah. Awal milenium II Masehi, Dinasti Ayubiyah yang bermadzhab Sunni benar-benar sudah menghapus dan menggantikan Dinasti Fatimiyah. Pada masa Dinasti Ayubiyah, para mahasiswa dan ulama ternama dari berbagai penjuru dunia Islam mulai berdatangan dan berkunjung ke Universitas Al-Azhar. Di antara dosen yang datang mengajar pada masa itu adalah Abdul Latif al-Baghdadi (pakar ilmu mantiq dan bayan/sastra), Abu Qasim al-Manfakuti, Jalaluddin al-Suyuti, Syaikh al-Sahruri, Ibnu al-Farid (sufi terkenal), dan Syamsuddin Khallikan (ahli sejarah terkenal).

Pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk (1250-1517) Universitas Al-Azhar kembali menemukan momentum kebangkitan setelah hampir satu abad seolah-olah nonaktif karena transisi penguasa yang beraliran Syiah ke penguasa yang Sunni. Pada masa itu peristiwa jatuhnya Baghdad ke tangan tentara Tartar dan pembantaian serta pengusiran umat Islam di Andalusia (Spanyol) beraduk menjadi satu formula yang pas sehingga mengkondisikan Universitas Al-Azhar menjadi tujuan pelarian para sarjana dan ahli sejarah terkenal. Di antara mereka adalah Ibnu Khladun, filsuf, sosiolog, dan pakar sejarah termasyhur yang datang ke Mesir pada 784 H/1382 M dan mengajarkan hadis dan fiqih. Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Mamluk meningkat pesat. Khalifah memerintahkan para ulama untuk membukukan karya ilmiah dari berbagai cabang ilmu.

Struktur kepemimpinan di Universitas Al-Azhar berbeda dengan model struktur yang dikenal di universitas-universitas modern saat ini. Di sana terdapat jabatan Syaikh Al-Azhar yang merupakan pemimpin puncak dari keseluruhan tubuh Universitas Al-Azhar. Syaikh Al-Azhar bisa dikatakan grand syaikh dari para syaikh yang ada di Universitas Al-Azhar. Di bawah Syaikh Al-Azhar adalah naib syaikh Al-Azhar (wakil Syaikh Al-Azhar) yang bertanggungjawab atas misi dakwah Al-Azhar ke berbagai wilayah dunia Islam, rektor Universitas Al-Azhar, dan kepala penelitian Universitas Al-Azhar.

Syaikh al-Azhar secara tidak langsung merupakan syaikh yang paling dihormati di Mesir. Selain menjadi rujukan utama penilaian atas reputasi ilmiah bagi guru, dosen, mufti, dan hakim di Mesir, ia juga menjadi yang paling ter-rekomendasi-kan dalam urusan pembagian harta wakaf, hadiah, dan sebagainya.

Sistem pengajaran yang dipakai di Universitas Al-Azhar adalah sistem halaqah (kelompok studi dalam bentuk lingkaran di dalam masjid) yang metode penyampaiannya menerapkan syarah (ceramah), niqasy (diskusi), dan hiwar (dialog). Pengembangan Universitas Al-Azhar tampak pada masa kepemimpinan Syaikh Muhammad Abbasi al-Mahdi al-Hanafi, rektor ke-21 Al-Azhar. Pada Februari 1872 ia memasukkan sistem ujian bagi mahasiswa untuk mendapatkan ijazah Universitas Al-Azhar. Calon sarjana harus berhadapan dengan tim penguji yang beranggotakan enam syaikh yang ditunjuk oleh Syaikh Al-Azhar. Kandidat yang berhasil lulus mendapatkan al-syahadah al-alimiyah (ijazah kesarjanaan).

Pendidikan di Universitas Al-Azhar selalu terbuka untuk semua orang yang ingin belajar dari seluruh penjuru dunia. Setiap tahun, beribu-ribu pelajar dari berbagai negara melamar untuk mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar. Tidak terkecuali para pelajar Indonesia. Sebagian mereka bahkan memimpikan untuk melanjutkan studi mereka di sana. Mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian seleksi masuk Universitas Al-Azhar jauh-jauh hari sebelum mereka lulus dari sekolah mereka. Al-Azhar tidak diperuntukkan khusus laki-laki saja. Sejak 1962, Al-Azhar membuka pintu bagi kaum wanita untuk belajar di Universitas Al-Azhar. Dr. Zainab Rashid ialah pelopor yang membuka “Kulliyat al-Banat” (Fakultas Wanita/Al-Azhar Woman’s College) yang berlokasi di gedung baru yang terpisah dari lokasi kampus utama Al-Azhar dengan jumlah mahasiswi lebih dari 3000 orang dari berbagai penjuru dunia.

Pada masa kepemimpinan Syaikh Mahmud Syaltut (rektor ke-41 Al-Azhar), diberlakukan undang-undang pembaruan yang disebut Undang-Undang Revolusi Mesir No. 103 Tahun 1961 yang mengatur organisasi Al-Azhar. Dalam undang-undang ini ditetapkan adanya pembukaan fakultas baru seperti Kedokteran, Perdagangan, Farmasi, Pertanian, Teknik, Bahasa Arab dan Terjemah, Ilmu Pasti, Tarbiyah, dan Studi Kemanusiaan, di samping Fakultas Syariah, Ushuluddin, dan Sastra yang telah ada. Menurut ayat 33 undang-undang ini, Universitas Al-azhar adalah lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tingkat universitas atau penelitian yang bertujuan untuk memelihara, mempelajari, dan menyebarluaskan turats (warisan) Islam.

Sumber: Azyumardi Azra, dkk, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 245-250. Dengan beberapa perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar