Oleh: Rahmat Kurnia Lubis*
Hidup manusia seperti
sebuah buku, sampul depan adalah tanggal lahir, sampul belakang adalah
tanggal pulang. Setiap lembarnya adalah hidup kita, ada buku yang tebal dan ada
yang tipis, ironisnya seburuk apapun halaman sebelumnya penuh dengan noda dan
coretan yang tidak di mengerti, selalu tersedia halaman berikutnya yang bersih,
baru tiada cacat buat menulis kenangan indah, mengukir tulisan yang bagus. Ini
sama halnya dengan hidup kita, seburuk apapun masa lalu, Allah SWT selalu
menyediakan hari yang baru buat kita, untuk melakukan sesuatu yang benar, memperbaiki kesalahan, melanjutkan
alur cerita yang sudah ditetapkan-Nya.
Rata-rata umur manusia saat ini adalah 60-70 tahun, jika
kita mencoba untuk berpikir matematis maka pertanyaannya kemudian adalah sudah
cukupkah bekal kita untuk menjumpai sang khalik ketika sang maut datang
menjemput. Biasanya usia muda selalu dihabiskan dengan kesenangan duniawi,
menghamburkan harta, mencoba untuk mengambil peran dalam hal berbagai maksiat
yang di larang agama, manusia melupakan haknya Allah SWT bahwa maut sebenarnya
bisa mengintai tanpa memandang usia dan kesempatan di hari esok. Bahkan bahasa
pembenaran atas nafsu manusia diciptakan dengan mengatakan masa muda adalah
masa bebas untuk suatu hal apapun, termasuk maksiat di dalamnya, sebelum masa
tua, atau sebelum menikah maka puaskan lah, itulah kadang bahasa yang muncul
dari sebagian generasi muda. Sikap ini tentunya tidak dapat dibenarkan untuk
melakukan apa saja tanpa ada batas dan aturan yang jelas. Allah SWT memberikan
penjelasan di dalam kitab-Nya yang mulia:
“Idza ja'a ajaluhum la yasta'khiruuna sa'atan
wala yastqdimuun” artinya ajal telah datang, maka tidak dapat meminta
penundaan atau mempercepat sesaat pun.
[Q.S. 7 Al A'raf ayat 34]
Kembali kepada masalah kalkulasi tentang sebuah usia, dalam
kehidupan ini, manusia mempunyai kegiatan dimulai dari tidur, bangun tidur, dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak begitu penting dan menghabiskan waktu.
Kita rincikan jika kehidupan manusia ini 65 tahun, dikurangi usia akil balig 15
tahun, maka total usia adalah 50 tahun. Untuk 50 tahun itu marilah kita lihat
untuk apa waktu tersebut dipergunakan. Pertama, untuk tidur, umumnya manusia tidur
± 8 jam per hari. Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18,250 hari x 8
jam= 146,000 jam= 16 tahun 7 bulan dan jika dibulatkan jadi 17 tahun. Kedua, waktu
beraktivitas/kegiatan siang hari umumnya manusia , sebut saja ± 12 jam, selain
bekerja 8 jam masih ada kegiatan di siang hari lainnya. Dalam 50 tahun waktu
yang habis dipakai manusia untuk aktivitas tersebut: 18,250 hari x 12 jam= 219,000
jam = 25 tahun. Ketiga, waktu rehat, santai, leha-leha ± 4 jam, Dalam 50 tahun
waktu yang dipakai untuk rehat 18,250 hari x 4 jam= 73,000 jam = 8 tahun. Maka kalkulasinya
adalah waktu tidur 17 tahun + kegiatan
siang hari 25 tahun + rehat 8 tahun = 50 tahun. Maka bagaimana dengan ibadahnya,
banyak yang melalaikan hal ini, jika satu kali shalat rata-rata 10 menit 5x
shalat = 50 menit digenapkan 1 jam. Ini pun
kalau shalatnya 5 waktu. Kalau yang cuma Maghrib, bagaimana? Dalam waktu 50
tahun waktu yang dipakai manusia untuk shalat = 18,250 hari x 1 jam = 18,250
jam atau sama halnya hanya 2 tahun saja.
Artinya
kehidupan manusia lebih banyak terfokus kepada hal yang sifatnya keduniawian,
bagaimana jika perbuatan yang dilakukan setiap harinya tidak terlepas dari kemaksiatan,
seperti menipu, senang berjudi, memfitnah orang, dan membuat kerusakan. Hal ini
tentunya sangat menambah beban berat menjumpai Allah Sang Maha Rahman. Melihat
akan arti pentingnya sebuah waktu hingga Allah SWT pun bersumpah karenanya,
semua orang mempunyai waktu yang sama setiap hari, yaitu 24 jam, tapi
menghasilkan karya dan kualitas yang berbeda, ini artinya bahwa berbahagia dan
belajarlah demi waktu untuk masa depan dunia dan akhirat. Mengkalkulasikan usia
bukan berarti belajar pesimis dalam hidup tapi agar kita bisa mengatur langkah
tidak sembarangan dalam berbuat dan berucap, karena pada dasarnya manusia telah
banyak menyia-nyiakan waktu tanpa disadarinya.
Berbicara
masalah waktu dan usia tersebut di atas adalah menggambarkan kehidupan yang
cukup singkat, namun Allah SWT tetap memberikan pintu yang selebar-lebarnya
bagi hamba yang datang, menyerahkan diri, bertaubat, minta ampunannya, kemudian
dari pada itu, kehidupan dunia ternyata juga bisa menjadi ibadah terhadap Allah
SWT. Jika pun kita tidak selalu duduk bersimpuh setiap waktu dan harinya di
masjid, namun dengan kita bekerja, menafkahi keluarga, belajar dengan giat,
menemukan solusi atas berbagai macam masalah keumatan dan kebangsaan, begitupun
memimpin dengan cara yang adil, maka itu semua merupakan jihad sosial yang
Allah SWT banggakan. Mengutip pernyataan Qurais Shihab dalam bukunya Wawasan
Al-Quran “Walaupun Al-Quran bukan kitab ilmiah dalam pengertian umum, namun kitab suci
ini banyak sekali
berbicara tentang masyarakat. Ini disebabkan
karena fungsi utama kitab suci
ini
adalah mendorong lahirnya perubahan-perubahan positif
dalam masyarakat, atau dalam
istilah Al-Quran litukhrija an-nas minazh-zhulumati ilan nur (mengeluarkan
manusia dari gelap gulita
menuju cahaya terang
benderang).
"Wa ta'awanu 'alal birri wat taqwa, wa la
ta'awaunu alal itsmi wal 'udwan." (Saling menolonglah kalian dalam hal
kebaikan dan janganlah saling menolong dalam hal kejahatan). [Q.S. Al
Maidah.2].
Ada seorang lelaki
hendak menjenguk saudaranya yang berdomisili di kampung lain. Maka Allah
memerintahkan seorang malaikat untuk mencegatnya di tengah jalan. Tatkala
lelaki itu melintasi malaikat tersebut, malaikat bertanya, "Kemanakah
engkau hendak pergi?" Ia menjawab, "Aku hendak menjenguk saudaraku di
kampung ini." Kembali malaikat bertanya, "Apakah engkau memiliki
sesuatu kepentingan yang hendak engkau selesaikan darinya?" Kembali ia
menjawab, "Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Allâh Subhanahu wa
Ta’ala." Mendengar jawaban itu, malaikat itupun berkata,
"Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa
Allah telah mencintaimu, sebagaimana engkau telah mencintai saudaramu
karena-Nya”. [HR. Muslim].
Sebagai makhluk
ciptaan-Nya, diperintahkan untuk beribadah, ibadah dalam artian khusus adalah
menghambakan diri, shalat dan menjalankan rukun Islam dan meyakini rukun imannya,
namun di sisi yang lain sebagai umat yang baik dengan mencontoh pola kehidupan Rasulullah,
maka bisa ditarik kesimpulan kehidupan dunia adalah jalan menuju kehidupan
layak di akhirat yaitu dengan saling menghormati, menjaga perasaan,
silaturrahim, tolong menolong, memberi manfaat, membangun pemerintahan yang
lebih baik, menjaga persatuan dan kesatuan. Ini adalah amalan dunia yang juga
dicintai Allah kemudian di surga-Nya. Karena iman tanpa aktifitas yang baik
terhadap manusia dan lingkungan seperti binatang dan alam ini, hanya menjadikan
diri pribadi yang egois. Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat
merupakan kunci keberhasilan seorang manusia dalam mengemban misi khalifatullah.
*Rahmat Kurnia
Lubis adalah alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Arti surat al maidah : 2 kurang lengkap...tolong hati2.. Buat redaksi nya....
BalasHapus