Laman

Selasa, 11 Februari 2014

Islam KeIndonesiaan








Oleh : Rahmat Kurnia Lubis
 

Setiap keberagamaan di suatu wilayah tidak terlepas dari pada corak budaya dan penyebar keberagamaan tersebut. Di Indonesia nuansa penyebaran agama Islam yang di lakukan oleh para ulama dari berbagai wilayah seperti Gujarat, Persia, maupun Arab. Hal ini menjadi teori yang sekaligus khasanah masuknya Islam ke nusantara. Namun yang lebih penting dari pada itu adalah tentang bagaimana agama ini bisa berkembang, persentuhan nya dengan tradisi lokal, dan hingga menjadi agama terbesar di Indonesia, hal ini tentu nya menarik untuk di perhatikan mengingat Islam bukanlah ajaran pertama yang sudah masuk dalam budaya nusantara ini. 

Penting untuk diketahui diantara faktor yang menyebabkan penduduk nusantara banyak yang beragama Islam antara lain, seperti faktor pernikahan antara para pedagang dengan bangsawan. Contohnya Raja Brawijaya menikah dengan Putri Jeumpa yang menurunkan Raden Fatah. Pendidikan Pesantren, Pedagang Islam, Seni dan kebudayaan, seterusnya adalah peran dakwah itu sendiri. Sementara itu yang penyebab agama Islam dapat cepat berkembang di nusantara antara lain karena syarat masuk agama Islam tidak berat, yaitu hanya dengan mengucapkan kalimat syahadat. Upacara-upacara dalam Islam sangat sederhana. Islam tidak mengenal sistem kasta. Islam tidak menentang adat dan tradisi setempat. Dalam penyebaran nya dilakukan dengan jalan damai.  Runtuh nya kerajaan Majapahit memperlancar penyebaran agama Islam.

Dari sejarah tersebut, faktor masuknya Islam dan penyebaran di lakukan dengan cara yang bijaksana, tentu nya hal ini menjadi suatu pelajaran berharga tentang bagaimana sesungguhnya memupuk semangat juang dakwah agar tetap menjadi suatu kebanggaan bahwa muslim di Indonesia menjadi populasi jumlah terbesar di seluruh negara dunia. Jika pengembangan dakwah sudah termasuk berhasil ke Indonesia, bahkan dalam sejarah nya Islam menjadi penopang bagi garda depan kemerdekaan Indonesia, hal ini bukanlah suatu pembahasan yang subjektif namun bisa di lihat fakta sejarah tersebut tentang bagaimana perjuangan para ulama sehingga perjuangan kemerdekaan menjadi resolusi jihad ketika itu.

Berbicara keIndonesiaan tentu nya ada sejarah dan budaya yang menyatu, yaitu tentang amalan terhadap suatu ibadah yang mungkin berlainan dalam dengan pemikiran dan idelogi keagamaan muslim lain, hal itu adalah wajar mengingat tentang keberIslaman nusantara ini juga tidak terlepas dari beberapa ulama penyebar dari negara yang menyemai nya ke Indonesia, jika kita hanya melihat perbedaan sebagai sebuah kenyataan pahit yang harus di berangus tentu bisa jadi kemerdekaan itu tidak akan kunjung usai untuk  di raih bagi wilayah republik Indonesia ini, namun dengan rahmat Allah SWT dengan niat yang ikhlas serta saling bahu membahu, tolong menolong tanpa harus menanyakan identitas, imam dan madzhab nya apa maka perjuangan ini menjadi sebuah anugerah besar buat rakyat Indonesia. 

Peristiwa sejarah yang memberikan corak keberIslaman di Indonesia tentunya tidak dapat di pungkiri, maka dalam hal ini jika ada perbedaan itu menjadi sesuatu hal yang wajar, seperti misalnya corak pemikiran yang kecenderungan bermadzhab Persia, Gujarat, dan Arab seperti Makkah dan Madinah. Selain itu seperti telah di ungkap di awal bahwa perkembangan Islam itu sendiri bersentuhan dengan budaya lokal, artinya segala sesuatu hal yang mencirikan Islam juga bisa sejalan dengan budaya dan kearifan lokal yang ada, dan karena inilah sesungguhnya Islam bisa di terima oleh masyarakat setempat.

Menjadi tidak benar kemudian jika harus memaksakan suatu hal yang tidak esensial menjadi propaganda untuk memecah belah kaum muslim itu sendiri, Jika wayang kulit memang tidak di haramkan dan bisa menjadi media pemersatu bangsa maka hal ini menjadi suatu hal yang harus di pelihara untuk Islam tanah air, begitu pun bila acara sekaten hanya sebatas silaturrahim, memupuk rasa syukur, mencairkan suasana dan saling berbagi maka itu tidak perlu di usik karena itu adalah budaya lokal. Dan masih banyak lagi budaya-budaya lokal keIndonesiaan yang harus di jaga dan di lestarikan tanpa harus mencoba mengarabisasi, karena kultur dan budaya Indonesia memang budaya yang menjadi milik semua warga bangsa. Prinsip Islam lahir dan turun sebagai rahmat untuk manusia dan alam semesta, artinya agama ini lahir tidak ingin menggantikan semua tatanan yang sudah ada kepada tatanan baku dan baru. Kehidupan sosial kultural adalah kehidupan yang harus tetap hidup sepanjang tidak ada unsur syirik, dan kedzholiman di dalamnya. 

Ada banyak cara umat Islam dalam mengekspresikan keberIslaman ini, namun perlu di ingatkan kembali bahwa kehidupan budaya adalah kehidupan keIndonesiaan yang bisa sejalan dengan Islam sesuai dengan apa yang di ajarkan para pendahulu seperti para wali di tanah pulau Jawa. Menjadi pelajaran berharga tentunya, agar membuat Islam yang luas dan toleran ini agar tetap bersatu, hingga persatuan ini tidak hanya di lihat secara kuantitas tentang jumlah penduduk muslim warga Indonesia tapi juga di tunjukkan sebagai umat Islam yang kuat, cerdas, toleran, dan berbudaya melalaui kwalitas yang mumpuni di mata dunia Internasional. Pembahasaan saya harus menjadi ana, kamu menjadi sampeyan, ayah harus menjadi abi adalah masalah kecil yang tanpa mengusik kebersamaan yang membuat diri merasa paling sholeh dan berubah menjadi tampilan radikal. Terkadang justru harus kita lihat tentang maslahat nya seperti halnya dalam berpakaian jika budaya Indonesia memiliki budaya pakaian yang masih bisa di jamin syar’i maka tidak menjadi masalah kemudian menjadikan penampilan ini sebagai corak peradaban Islam Indonesia ke seluruh dunia tanpa harus menampilkan busana yang justru menghilangkan jati diri bangsa apalagi cara berpakaian tersebut justru memperpanjang pertanyaan dan sangkaan manusia lainnya. Dalam hal ini menolak mafsadat atau kecurigaan/perselisihan lebih di utamakan untuk menarik kepentingan bersama yang jauh lebih besar.  


*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta     
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar