Laman

Selasa, 28 Januari 2014

Bughat



Oleh Dr. Asep Usman Ismail

Menurut Kamus Mu’jam al-Wasith, bughât secara bahasa berasal dari kata kerja ba-ghâ yang berarti: (1) melampaui batas dan berbuat aniaya; (2) menguasai, memerintah, berlaku sewenang-wenang; (3) bertindak atau berusaha untuk keluar dari aturan yang disepakati; (4) mencari, menuntut sesuatu; (5) membengkak atau membusuk; dan (6) berzina atau berbuat cabul.

Dalam fikih politik (al-fiqh al-siyâsî), para ulama memiliki pandangan yang berbeda tentang bughât. Ibn Farhun al-Maliki (w. 799 H/1397 M) dari Mazhab Maliki berpendapat bahwa bughât adalah orang-orang yang bersikap tidak mau tunduk kepada al-umarâ`, pemerintah yang sah secara demontratif, padahal penguasa itu tidak menyuruh mereka berbuat maksiat atau melarang mereka berbuat kebaikan. Dalam pandangan Mazhab Hanafi, bughât adalah Kaum Muslimin yang memiliki kekuatan bersenjata dan bersikap menentang penguasa resmi dalam beberapa masalah, karena tidak ada kesepakatan di antara mereka dengan pemerintah.

Dari pandangan di atas, disepakati bahwa kelompok yang  membangkang itu dinamakan bughât, apabila pembangkangan itu ditujukan kepada pemerintah yang sah secara terbuka dengan mengangkat senjata. Menurut para ulama dari Mazhab Syafi’i, dengan catatan bahwa pemerintah yang sah itu berbuat adil. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang membangkang kepada pemerintah yang zalim tidak bisa dinamakan bughât. Sementara para ulama Hanabilah, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa kelompok masyarakat yang membangkang kepada pemerintah yang sah meskipun zalim, tetap dinamakan bughât. Para ulama Hanabilah menyatakan bahwa mengangkat senjata melawan pemerintah yang sah adalah haram, walaupun pemerintah itu tidak adil. Ibn Taymiyah, salah seorang tokoh Hanabilah, menyatakan bahwa ketaatan kepada pemerintah adalah sesuatu yang mutlak karena merupakan perintah Allah yang jelas, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. Al-Nisa`/4: 59).
Pemerintah wajib memerangi bughât dengan tegas hingga mereka bersedia berunding untuk menyelesaikan masalah yang diperselisihkan dengan cara-cara yang bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar