Menurut Kamus Mu’jam al-Wasith, bughât
secara bahasa berasal dari kata kerja ba-ghâ yang berarti: (1)
melampaui batas dan berbuat aniaya; (2) menguasai, memerintah, berlaku
sewenang-wenang; (3) bertindak atau berusaha untuk keluar dari aturan yang
disepakati; (4) mencari, menuntut sesuatu; (5) membengkak atau membusuk; dan
(6) berzina atau berbuat cabul.
Dalam fikih politik (al-fiqh al-siyâsî),
para ulama memiliki pandangan yang berbeda tentang bughât. Ibn Farhun
al-Maliki (w. 799 H/1397 M) dari Mazhab Maliki berpendapat bahwa bughât
adalah orang-orang yang bersikap tidak mau tunduk kepada al-umarâ`,
pemerintah yang sah secara demontratif, padahal penguasa itu tidak menyuruh
mereka berbuat maksiat atau melarang mereka berbuat kebaikan. Dalam pandangan
Mazhab Hanafi, bughât adalah Kaum Muslimin yang memiliki kekuatan
bersenjata dan bersikap menentang penguasa resmi dalam beberapa masalah, karena
tidak ada kesepakatan di antara mereka dengan pemerintah.
Dari pandangan di atas, disepakati bahwa kelompok
yang membangkang itu dinamakan bughât, apabila
pembangkangan itu ditujukan kepada pemerintah yang sah secara terbuka dengan
mengangkat senjata. Menurut para ulama dari Mazhab Syafi’i, dengan catatan
bahwa pemerintah yang sah itu berbuat adil. Sebaliknya, kelompok masyarakat
yang membangkang kepada pemerintah yang zalim tidak bisa dinamakan bughât.
Sementara para ulama Hanabilah, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat
bahwa kelompok masyarakat yang membangkang kepada pemerintah yang sah meskipun
zalim, tetap dinamakan bughât. Para ulama Hanabilah menyatakan bahwa
mengangkat senjata melawan pemerintah yang sah adalah haram, walaupun
pemerintah itu tidak adil. Ibn Taymiyah, salah seorang tokoh Hanabilah, menyatakan
bahwa ketaatan kepada pemerintah adalah sesuatu yang mutlak karena merupakan
perintah Allah yang jelas, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (Q.S. Al-Nisa`/4: 59).
Pemerintah wajib memerangi bughât dengan
tegas hingga mereka bersedia berunding untuk menyelesaikan masalah yang
diperselisihkan dengan cara-cara yang bermartabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar