Laman

Kamis, 30 Januari 2014

Batil



Oleh Dr. Asep Usman Ismail

Istilah bâthil atau bathal secara bahasa berarti rusak, sia-sia, tidak terpakai atau tidak berguna. Dalam istilah Islam, batil berarti ajaran yang salah atau sesat; lawannya adalah haqq (baca: hak) ajaran yang benar atau kebenaran. Perbuatan maksiat, kemusyrikan dan kufur adalah perbuatan batil, yakni salah atau sesat; sedangkan amal saleh, tauhid dan iman adalah perbuatan yang benar. Al-Qur`an menegaskan: “Janganlah kamu mencampur-adukkan yang hak dengan yang batil”. (Q.S. Al-Baqarah/2: 42). Al-Qur`an pun menyebut istilah lain yang berarti al-bâthil, yakni al-ghayy (salah, sesat) sebagaimana termaktub pada ayat yang berikut: Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat (al-ghayy). (Q.S. Al-Baqarah/2: 256).

Surah al-Baqarah ayat 256 di atas menegaskan, tidak  ada paksaan dalam menganut keyakinan agama. Maksudnya, bahwa Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Agama Allah ini dinamakan Islam yang berarti damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai. Kedamaian tidak dapat diraih kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan Islam. Alasan yang menjadi dasar pertimbangan tidak ada paksaan untuk masuk Islam adalah ”telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat”.  Jika demikian, menurut M. Quraish Shihab, sangatlah wajar setiap pejalan memilih jalan yang benar, dan tidak terbawa  ke jalan yang sesat. Sangatlah wajar semua masuk agama ini. Pasti ada sesuatu yang keliru dalam jiwa seseorang yang enggan menelusuri jalan yang lurus setelah jelas jalan itu terbentang di hadapannya.

Istilah bâthil di dalam Al-Qur`an mengandung tiga pengertian. Pertama, kepercayaan yang tidak sejalan dengan akidah yang benar. (Q.S. Al-Baqarah/2: 256). Kedua, perbuatan yang sia-sia (tidak berguna), ”Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptkan (alam) ini sia-sia (bâhil). Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari api neraka.” (Q.S. Ali Imran/3: 191). Ketiga, perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntunan agama Islam yang benar. ”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 188).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar