Sobat
Birru Alil RicHi Al Ghaza yang budiman.
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan
persoalan yang masih kontroversial. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor
antara lain: Pertama, adanya nash (Alquran dan Hadis) yang secara
tekstual mengisyaratkan keutamaan bagi laki-laki untuk menjadi pemimpin. Kedua,
sebagian masyarakat belum bisa menerima perempuan untuk tampil sebagai pemimpin
berdasarkan pemahaman terhadap sejumlah ayat dan hadis yang mengisyaratkan
larangan bagi perempuan untuk diangkat menjadi pemimpin. Ketiga, adanya nash
Alquran (QS. An Nisa: 34) yang mengindikasikan keutamaan laki-laki menjadi
pemimpin dan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Sahabat Abiy
Bakrah, yang secara lahiriah menunjukkan bahwa suatu kaum tidak akan sejahtera
jika dipimpin oleh seorang perempuan.
Namun sebagian pendapat ulama menyampaikan laki-laki
menjadi pemimpin wanita yang dimaksud ayat ini adalah kepemimpinan di rumah
tangga, karena laki-laki telah menginfakkan hartanya, berupa mahar, belanja dan
tugas yang dibebankan Allah kepadanya untuk mengurus mereka. Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa wanita tidak dilarang dalam kepemimpinan politik, yang
dilarang adalah kepemimpinan wanita dalam puncak tertinggi atau top leader
tunggal yang mengambil keputusan tanpa bermusyawarah.
Sebagai pemimpin teladan
yang menjadi model ideal pemimpin, tentunya kita bisa mengambil empat sifat
utama Rasulullah, yaitu; sidiq, amanah, tabligh dan fathonah.
Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti dapat
dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, tabligh berarti menyampaikan
segala macam kebaikan kepada rakyatnya, dan fathonah berarti cerdas dalam
mengelola masyarakat. Empat faktor tersebut yang paling utama untuk menjadi
seorang pemimpin, di samping itu ada beberapa hal lagi yang dijadikan acuan
untuk menentukan seseorang itu bisa di angkat jadi pemimpin. Faktor
keulamaan/faktor religiusitas, faktor intelektual, faktor kepeloporan, faktor
keteladanan, dan faktor manajerial (management).
Ulama-ulama kontemporer saat ini tidak mentafsirkan
ayat al-Quran dan al-Hadis mutlak dengan terjemahannya, namun dibahas
berdasarkan sebab-sebabnya, sehingga tidak memandang dalil dengan kacamata
kuda. Kepemimpinan wanita dalam perpolitikan menurut Islam diperbolehkan.
Menurut Qardhawi wanita diperbolehkan terjun berpolitik dan bahkan menjadi
pemimpin dalam sebuah negara. Qordhawi memandang kepemimpinan dalam sebuah
negara pada saat ini tidaklah sama dengan kepemimpinan khilafah yang dapat
mengambil keputusan secara langsung, sedangkan kepemimpinan negara pada saat
ini dalam mengambil keputusan harus dilakukan dengan bermusyawarah terlebih
dahulu dengan para menteri, ataupun dengan staff ahlinya. Semoga bermanfaat.
(Jawaban Ustadz Rahmat Kurnia Lubis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar