Laman

Jumat, 24 Januari 2014

Nikmat Tuhanmu Yang Mana Lagikah Yang Kamu Dustakan



Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*

Berbicara masalah syukur tentunya menjadi sesuatu hal yang tiada habisnya, karena sepanjang hayat di kandung badan, nadi masih berdenyut dan jantung masih berdetak. Selama kita masih hidup dalam kehidupan duniawi ini, tidak ada kata berhenti untuk bersyukur. Maka sungguh relevan sekali sebenarnya Allah SWT mengulang ayat yang sama dalam al Quran surat Ar Rahman atau surat yang ke 55 sebanyak 31 kali dengan ayat Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah SWT yang diberikan kepada manusia. Jika di perjelas kembali maka sebenarnya manusia sesudah di beri petunjuk juga masih lalai dan sedikit di antaranya yang bersyukur. Hal ini tiada lain karena nafsu, inilah yang membedakan manusia, dengan para malaikat, sementara akal pikiranlah yang membedekan manusia dengan binatang, karena binatang hidup hanya untuk memperturutkan hawa nafsunya untuk makan dan menyalurkan nafsu biologisnya. Maka tidak heran kemudian bahwa Buya Hamka pernah memberikan sebuah statemen “Jika hidup sekedar hidup babi di hutan juga hidup, kalau bekerja sekadar bekerja kera juga bekerja. Sementara manusia di berikan nafsu adalah untuk ujian tersendiri agar bisa mengkontrol dan mengarahkan diri kepada jalan-Nya Allah SWT, jika hanya memperturutkan hawa nafsu maka sangat mudah sekali, semua orang akan beringas, dan hidup sesuka tanpa ada aturan, hidup hanya untuk diri dan kesenangannya. Makanya jihad yang paling akbar adalah bagaimana jihad melawan dan mengarahkan hawa nafsu tersebut.

Secara individu, keagamaan maupun kebangsaan, Allah SWT telah banyak menganugerahkan pilihan hidup untuk kita jalani tentunya untuk di maknai, dalam kehidupan personal harus ditanamkan sebuah mindset bahwa kehidupan yang berharga telah hadir terbentang di depan mata, tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa kehidupan harus di akhiri dengan  bunuh diri atau mengorbankan diri sendiri untuk kepentingan tertentu. Bahkan Alalh SWT sangat mencela bagi orang yang telah dzhalim terhadap dirinya sendiri. Ini sama halnya juga tidak menghargai kehidupan, jika kita menuliskan tentang apa saja nikmat Tuhan yang kita dapatkan, peluang-peluang yang terbentang maka hidup ini tentunya akan lebih bergairah. Mulai dari alam rahim, dari sel sperma, kita sudah di takdirkan sebagai pemenang di antara ribuan bahkan jutaan sel sperma yang akan bertarung untuk membuahi indung telur, itulah proses awal penciptaan makhluk bernama manusia, dan Allah SWT menakdirkan kita sebagai pemenang. Kita di berikan bentuk sebaik-baik penciptaan, diberikan berbagai macam indra untuk merasakan nikmat Tuhan ini. Dalam ketidaksempurnaan fisik bahkan seseorang masih bisa merasakan betap bahagianya kehidupan yang di jalaninya.

Tentu berbeda sekali bagi orang yang bersyukur akan nikmat-Nya Allah SWT dengan orang hanya mengukur segala sesuatu kebahagiaan sebagai kebebasan, tidak jarang kita lihat, dalam berkecukupan harta yang melimpah, sering berjalanan sampai keliling negara manapun yang disukainya, tapi masih selalu gelisah, tidak cukup kehidupan yang sempurna secara finansial, mampu membangkitkan semangat kehidupannya, gaya hidup telah membuatnya lupa diri, atau mungkin saja ia tidak tahu harus melanjutkan kehidupan dengan cara seperti apa, bila perlu menghilangkan akal pikiran dengan berpesta mabuk-mabukan menjadi corak yang menghias gaya hidupnya. Pastinya kita sadar bahwa dengan melakukan kebaikan itu jauh lebih baik dari pada menghancurkan diri sendiri apalagi sampai ikut melibatkan orang lain untuk menghancurkan kehidupan melalui pesta narkoba, free sex, hedonis di tengah kemiskinan dan keterpurukan orang di sekitar. 

Harusnya kita malu terhadap orang yang menatap masa depannya dengan penuh optimis, yang berjuang melawan keterbatasan, menyempatkan diri untuk membuat orang lain tersenyum, dan masih menyempatkan diri bermunajat kepada Ilahi Rabbi, karena sungguh merugi orang yang telah menyia-nyiakan waktu ini, Allah SWT sampai bersumpah demi waktu, dalam al Quran Ia menjelaskan pada surat al Ashr, sekira artinya :

“Demi masa, Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, dan saling menasehati dalam kebaikan”

Tidak sedikit orang yang mempunyai keterbatasan secara fisik ini mampu memanfaatkan waktu dengan baik, mereka mampu menghafal al Quran, mampu bermain musik, mampu melukis dan lain sebagainya. Tidak ada waktu buat mereka untuk menyalahkan keadaan karena memang pada dasarnya di takdirkan hidup saja, menghirup udara, merupakan peluang bagi manusia untuk menuju perjalanan yang lebih kekal abadi yaitu darul akhirat. Jika kita sudah membuka akal pikiran, hati, dan agama hanif yang kita peroleh ini, maka betapa sungguh sangat sayangnya Allah SWT bagi kita, dalam hidup di berikan petunjuk untuk saling menyayangi, beribadah hanya kepada-Nya, dan menjaga kelestarian alam demi kehidupan yang lebih harmonis dan sejahtera. Dalam bernegara kita, Indonesia di anugerahkan kekayaan yang sangat luar biasa, yang dalam istilahnya Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disap Caknun itu pernah mengatakan bahwa sorga seolah pernah bocor dan mencipratkan kekayaannya ke bumi yang bernama Indonesia. Di bumi kepulauan nusantara ini tercipta dan terbentang kekayaan yang sangat luas. Sudah seharusnya kiat memanfaatkan alam yang ada, musim masih bersahabat, tanah dan air masih deras mengalir. Maka tidak heran bahwa Hasyim Asyari ketika di masa hidupnya memberikan resolusi jihad sebagai fatwa untuk memperjuangkan kemeredekaan ini. Kemerdekaan ini adalah anugerah dari Allah SWT. mungkin kita masih banyak tuntutan melihat realitas yang terjadi, tapi alangkah lebih bijaknya jika kita berbuat, dan melangkah, meninggalkan keegoan dan perdebatan yang selalu di permasalahkan. Karena orang besar, orang hebat, dan orang yang ingin maju adalah orang yang bias memanfaatkan keadaan, dan tidak mencari-cari alasan untuk berbuat sesuatu hal. Tafakkaru.


*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar