Laman

Senin, 06 Januari 2014

Mengintip Falsafah Shalat

 

 *Rahmat Kurnia Lubis

Ibadah shalat merupakan panglima yang sekaligus kewajiban bagi seorang muslim, hal ini sudah jelas perintahnya di dalam al Quran, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku.” (Q.S. al Baqarah: 43). Dalam Hadits Nabi Saw disebutkan “Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.”, (Shahih Bukhari). Seruan shalat ini bukanlah menunjukkan satu amalan yang harus di kerjakan tanpa membedakan status, apakah ia nabi, wali, berpangkat, kaya atau bukan, namun setiap hamba yang sudah mengikrarkan diri atas Islam secara otomatis melekat kewajiban ini. Dalam kondisi dan situasi apapun tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk meninggalkan shalat, kecuali hanya satu hal yaitu kepada perempuan yang berhalangan seperti mensturasi dan nifas. Jika dalam zakat, haji dan puasa ada keringanan untuk meninggalkan dan menggantikannya jika tidak sanggup, maka shalat wajib dalam setiap kondisi bahkan dalam situasi perang dan sakit sekalipun.

Beribadah menghadap kiblat bukan berarti karena Wajah Allah SWT di Ka’bah tapi lebih dari itu merupakan penyatuan kiblat kaum muslimin, namun ternyata masalah kiblat ini merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam al Quran “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”. (QS. Ali Imran : 96). Sisi-sisi lain kiblat umat muslim sendiri ternyata pernah menghadap ke Baitul Maqdis Palestina. Perlu kita ketahui bahwa firman Allah SWT kembali ”Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap maka disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmatNya) lagi Maha mengetahui”. (QS.al-Baqarah: 115). Secara filosofis Allah yang tidak betempat ini, berada di antara hambanya di mana pun ia dan menghadap mana pun ia berdoa, namun sebagai muslim yang mempunyai syariah sebagai aturannya dan nabi sebagai contoh teladannya maka ibadah sholat yang kita lakukan ini harus berdasarkan fondasi dan mencontoh Rasulullah sebagai tokoh gerakan wahyu dalam dunia Islam.

Sebelum Nabi Muhammad Saw mendapatkan perintah shalat melalui mi’raj maka rasulullah Saw senantiasa hanya bertahannuts. Tahannuts berarti menyendiri menyepi kesuatu tempat yang sunyi, atau menjauhkan diri dari keramaian untuk berkontemplasi. Ahmad bin Faris dalam bukunya Maqayis al Lughat mengartikan tahannuts dengan beribadah (ta’abbud). Dalam kamus Arab-Indonesia ditemukan arti tahannuts: 1) beribadah dalam waktu beberapa malam, 2) menjauhkan diri dari berbuat dosa, dan 3) meninggalkan menyembah berhala. Pengertian tersebut mengacu dan didasarkan pada sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, “Nabi pergi ke gua Hira’ setiap malam kemudian melakukan ibadah di dalam gua itu dalam jumlah yang tidak terhitung,” (HR. Bukhari). Sementara itu menurut Nickholas Drake, tahannuts berarti upaya pencarian Tuhan yang dilakukan oleh seorang hamba dengan cara menghindarkan diri dari dunia ramai dan gangguan-gangguan yang ada dalam jiwa.


Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah Saw saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’rajnya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini. Pertama, adanya derita sedih perjuangan yang disikapi dengan kesabaran dan di hibur dengan isra dan mi’rajnya. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa hikmah dalam perjalananya. Dan ketiga, shalat menjadi hadiah dari Allah SWT kepada Muhammad Saw dan kaum muslimin untuk bangkit dan meraih kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Qs. al Baqarah 45-46).
Ibadah shalat melatih untuk hidup sama rata dan kebersamaan. kita diajarkan untuk berdiri, ruku' dan sujud, semuanya memberikan isyarat bahwa manusia seluruhnya sama dihadapan Allah dan harus tunduk dan patuh kepada Allah. Sama rata dalam berdiri, ruku' dan sujud. Ibadah Shalat melatih diri untuk jauh dari perbuatan maksiat. dalam ayat disebutkan "Sesungguhnya ibadah shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar". maksudnya adalah bahwa orang yang shalat sejatinya memberikan pengaruh positif agar terhindar dari perbuatan yang melanggar aturan Allah dan syariatNya. Ibadah Shalat melatih untuk hidup bersih. Dalam ibadah shalat kita selalu diarahkan dan diwajibkan untuk membersihkan diri dari najis dan kotoran. bersih hati dan jiwa, bersih badan, bersih pakaian dan bersih lingkungan. Bersih hati dan jiwa dari syirik dan kemunafikan sehingga ibadahnya dapat diterima dan tentunya dilakukan dengan penuh keikhlasan.


Pertanyaannya kemudian adalah banyak orang yang shalat tapi belum mampu membuat efek positif dalam kehidupannya, baik dari pola hidup bersihnya, kemaksiatannya, dan kemuliaannya, maka sebelum mempertanyakan hal seperti ini harusnya kita kembali menanyakan hati kita, apakah sudah terpenuhi syarat dan rukun, ikhlas, khusyu yang kita lakukan. Karena banyak di antara kita shalat hanya sebatas rutinitas tanpa mengerti, memahami tujuan dan bagaimana menyerahkan diri secara totalitas  bersimpuh di hadapanya.

Penting untuk diketahui bahwa ibadah itu pertama harus kita pahami syarat dan rukunnya, kita mengerti, niatkan hanya karenaNya, tidak menunda-nunda waktu yang ada, melakukan gerakan dengan tidak terburu-buru, gerakan tersebut juga merupakan relaksasi terhadap anggota badan ini, dalam kondisi kepenatan dan kelelahan ternyata shalat juga akan mampu memberikan kenikmatan tersendiri bagi orang yang beribadah ini. Berdiri yang sempurna akan melancarkan aliran darah, getah bening ( limfe ) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Ruku’ yang tidak tergesa-gesa menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang ( corpus vertebrae ) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi. Sujud yang benara Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih ( urethra ), kelenjar kelamin pria ( prostata ) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iffirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. Kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita. gerakan memutar kekiri dan kekanan pada saat salam merupakan relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.

Pernahkah kita berpikir tentang kualitas ibadah shalat ini, pernahkah kita bercermin apa yang membuat para generasi sahabat mampu berdiri tegak, tenang, tidak merasa sakit walau sebenarnya dalam kondisi sakit bahkan ketika mengeluarkan anak panah dari kakinya Ali bin Abi Thalib. Itu adalah rahasia Allah SWT dan salah satu energi positif dalam ibadah, Shalat merupakan meditasi tertinggi dalam Islam, ia mampu menyehatkan badan, menenangkan jiwa, mendekatkan diri kepada Khalik dan lebih optimis membangun kehidupan, dengan shalat kita menyerahkan diri kita, menghilangkan keegoan kita, memohon ampunan, memuji, bersaksi kenabianNya, berharap dan berdoa akan hidayah dan pertolonganNya selamat dunia akhirat. Puncak prestasi tertinggi dalam Islam adalah ketika shalatnya sudah benar maka Rasulullah bersabda “Yang pertama dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat. Dan jika shalatnya baik, maka baiklah segala amalan yang lain. Jika shalatnya rusak, maka binasalah segala amalan lainnya.” (HR Thabrani). Jika sang rasul Muhammad Saw saja sudah menyampaikan sebuah apresiasi terhadap orang yang serius beribadah dan khusyu shalat ini, maka mungkin juga di sana masih ada tabir dan rahasia besar Allah SWT yang memang pantas kita gali atau bahkan otak pikiran kita belum sampai dan bisa jadi tidak sanggap melogikakan dan sistematiskan akan balasan ibadah ini. Tafakkaru ya ulil al bab.

*Penulis adalah Alumni Program Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar