Oleh Muhammad El Maghfurrodhi
Ahmad Dahlan
ialah pelopor pembaruan Islam di Indonesia. Ia mengadakan perubahan pola pikir
dan perilaku berislam umat muslim Indonesia dengan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah,
organisasi dakwah Islam, pendidikan, dan pengembangan kehidupan sosial
masyarakat modern pertama di Indonesia.
Dahlan lahir di
Kampung Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868 dan wafat pada 23 Februari 1923. Ia
lahir dengan nama Muhammad Darwis. Darwis ialah anak keempat dari KH Abu Bakar.
Lahir, tumbuh, dan besar dalam keluarga yang alim, sejak kecil Darwis belajar
ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Arab. Pada usia 20 tahun, Darwis dikirim oleh
ayahnya untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di negeri asal agama
Islam, Saudi Arabia. Di sana, ia mempelajari ilmu aqidah, tafsir, fiqih,
tasawuf, mantiq, falak, dan beberapa ilmu lainnya.
Sekembalinya ke
Kauman, pada 1902, ia berganti nama menjadi Haji Ahmad Dahlan. Setahun
kemudian, pada 1903 ia berkesempatan kembali ke Makkah untuk memperdalam
ilmu-ilmu keislamannya. Pada kesempatan kedua menuntut ilmu di Makkah ini,
Dahlan banyak belajar dari Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (ulama besar
Makkah pada masanya yang berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat). Dahlan juga
banyak mempelajari pemikiran Ibnu Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad
Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Setelah lama menuntut ilmu di Tanah Suci,
Dahlan menyadari ada begitu banyak penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam
di tanah airnya dan oleh karena itu ia berupaya untuk mengadakan perbaikan dan
pembaruan umat Islam di Indonesia.
Sebelum
mendirikan Muhammadiyah, Dahlan menjadi guru di sekolah negeri, seperti Kweekschool
(sekolah pendidikan guru) di Yogyakarta dan Opleiding School voor
Inlandsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah pendidikan untuk
pegawai pribumi) di Magelang. Di samping itu, Dahlan juga mengajar ilmu agama
di kampungnya.
Upaya perubahan
dan perbaikan umat Islam yang cukup signifikan Dahlan lakukan adalah perubahan arah
kiblat pada masjid dan surau di daerahnya. Berdasarkan ilmu yang diterimanya,
semestinya kiblat yang benar bagi masjid-masjid di Indonesia adalah bukan lurus
ke arah barat melainkan serong 15 derajat ke arah barat laut. Ijtihadnya ini
ditentang keras oleh para kyai senior yang merasa terusik dengan aktivitas
dakwah Dahlan yang semakin berpengaruh.
Ahmad Dahlan
meluaskan jangkauan dakwahnya sehingga tidak hanya masyarakat awam yang
mengenal Islam secara benar tetapi para tokoh masyarakat dan golongan pelajar
juga merasakannya. Untuk itulah Dahlan bergabung dengan Budi Utomo,
satu-satunya organisasi yang ditata secara modern saat itu, pada 1909 dan
Sarekat Islam pada 1911.
Bersama para
murid dan temannya, pada 18 November 1912 KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Dahlan berupaya melegalkan organisasinya ini sebagai badan hukum resmi dengan
mengajukan permintaan Recht Persoon (Badan Hukum) kepada Gubernur
Jenderal Belanda di Jakarta. Persetujuannya turun dua tahun setelah
Muhammadiyah didirikan, yakni berupa surat ketetapan Gouvernement Besluit
No. 81 tertanggal 22 Agustus 1914.
Pada 19 Mei
1917, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi serupa Muhammadiyah yang
diperuntukkan khusus bagi kaum perempuan bernama Nasyiatul Aisyiyah, yang
bertujuan untuk mendukung perjuangan Muhammadiyah. Sebagai sister group dari
Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah tidak kalah penting perannya dalam memajukan
dan memberi kemanfaatan kepada masyarakat. Khususnya dalam hal pemberdayaan,
peningkatan harkat dan martabat wanita Indonesia.
Ruang lingkup
dakwah organisasi Muhammadiyah meliputi pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan sosial dalam arti umum. Pada 1920, Dahlan mendirikan lembaga
pendidikan modern dengan nama Qismul Arqa atau sering disebut Hogere
School yang berarti sekolah menengah tinggi. Pada tahun 1923, sekolah itu
berganti nama menjadi Kweekschool Islam, lalu berubah lagi menjadi
Kweekschool Muhammadiyah. Saat ini sekolah itu bernama Madrasah Mu’allimin
Muhammadiyah Yogyakarta yang merupakan sekolah calon kader pemimpin, guru dan
mubaligh Muhammadiyah. Pada 15 Februari 1923, Persyarikatan Muhammadiyah
mendirikan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), yakni sebuah klinik sederhana
yang menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa. Saat ini PKO lebih
dikenal sebagai Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Hampir di setiap kota atau
kabupaten di seluruh Indonesia didirikan rumah sakit ini.
Saat ini,
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan salah satu sumber kekuatan civil
society yang dimiliki oleh Indonesia. Amal usahanya sudah merambah ke
segala bidang kebutuhan masyarakat. Pada bidang pendidikan, sekolah dan
universitas Muhammadiyah menjamur di seluruh penjuru nusantara. Lembaga
pendidikan dari tingkat paling rendah seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
hingga tingkat universitas dimiliki oleh Muhammadiyah. Demikian juga Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah, sudah merambah ke setiap pelosok tanah air. Selain itu,
Muhammadiyah juga mengelola dan mengembangkan lembaga-lembaga nonprofit seperti
panti asuhan, panti jompo, badan pengelola zakat infaq sadaqah, dan lembaga
lainnya. Semua itu hasil perjuangan tanpa kenal putus asa yang dimulai oleh KH
Ahmad Dahlan.
Kini giliran
kita, para kawula muda, untuk menapaki jejak perjuangan KH Ahmad Dahlan. Dengan
melihat dan merenungkan kembali liku-liku perjuangan Dahlan yang total dan
hanya mengharap keridhaan Tuhan, kita akan mampu mengentaskan Indonesia dari
keterpurukan. Totalitas dalam bekerja dan keikhlasan yang benar-benar tanpa
pamrih harus selalu kita lekatkan dalam setiap aktivitas kita, karena totalitas
dan keikhlasan adalah inti dari semangat jihad. Ya, dengan total dalam bekerja
dan ikhlas melakukannya, berarti kita sedang berjihad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar