Sobat Muhammad Kasep yang di Rahmati Allah SWT.
Terima kasih atas pertanyaannya, mungkin ini
merupakan kegelisahan banyak orang, melihat fenomena seperti ini tidak hanya di
alamai oleh saudara Muhammad Kasep saja, seorang ayah seharusnya mempunyai
tanggung jawab sebagai berikut, memberikan nama yang baik, mengaqiqahkannya,
memberikan pendidikan, mengajarkan agama, melindungi, dan menikahkannya
dengan pasangan yang baik. Setiap orang selalu mendambakan rumah tangga yang
harmonis, sakinah, mawaddah dan penuh kasih sayang. Seorang ayah
berperan sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung jawab memberikan nafkah
kepada isteri dan anak-anaknya berupa kebutuhan makanan, pakaian dan tempat
tinggal. Pada intinya tugas orang tua atau ayah adalah memberikan hak hidup,
hak kenyamanan, dan hak pendidikan. Anak adalah amanah Allah SWT kepada
ayah dan ibunya, jangan sampai anak tersebut tersesat jalan dalam menempuh
jalan hidupnya. Orang tua atau ayah harus memberinya contoh yang baik-baik
serta mendoakannya. Firman Allah SWT :
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri
kalian & keluarga-keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya
adalah manusia & batu.” (QS. At-Tahrim: 6)
Jika seorang ayah gagal dalam amanah ini karena
keteledorannya atau tidak pedulinya terhadap anaknya, maka dia akan menyesal
pada hari kiamat karena setiap segala sesuatu itu akan di minta pertanggung
jawabannya oleh Allah SWT termasuk terhadap kewajibannya dalam
keluarganya. Ketika tidak bisa menjawab pertanyaan Allah maka menjadi
penghalang untuk masuk surganya Allah SWT. Selain sumpah yang di ucapkan oleh
bapak anda sampai tiga kali dengan mengatas namakan Allah SWT, tentunya dia
ketika menikahi ibu anda sudah berikrar atau bersumpah dengan hal yang
sama bahwa tidak akan menyia-nyiakan rumah tangganya termasuk masalah tanggung
jawab, hal ini bisa di lihat di dalam buku nikah setiap pasangan suami isteri
yang telah di tanda tangani oleh kedua pasangan dan di sertai dengan saksinya.
Selain itu dalam Al Quran Surat Al-Baqarah 2:33: dijelaskan, Artinya: Dan
kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut
(ma’ruf). Sementara dalam sebuah hadits sahih riwayat Bukahri dan
Muslim Rasulullah berkata pada Hindun binti ‘Utbah: Artinya: Ambillah
secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik. Perlu diketahui bahwa
suami Hindun binti ‘Utbah adalah seorang yang pelit. Ketika hal itu dilaporkan
pada Nabi, maka Nabi membolehkan mengambil harta suaminya secara diam-diam
secukupnya untuk kebutuhan istri dan anak. Nabi bersabda dalam hadits riwayat
Abu Daud: Artinya: Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan
orang-orang yang wajib dinafkahi. Hadits ini merujuk pada anak istri yang
hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah. Merujuk kepada KHI (Kompilasi Hukum
Islam) Pasal 156 Bab 17 tentang Akibat Putusnya Perkawinan dengan tegas
dinyatakan bahwa “Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab
ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat
mengurus diri sendiri (21 tahun)”.
Pada dasarnya seorang bapak tidak ada masalah jika
ingin memfasilitasi kebutuhan pendidikan keponakannya, apalagi keponakan
tersebut memang dalam keadaan ekonomi lemah. Islam mengajarkan kita saling
membantu, menjadi masalah kemudian adalah jika seorang bapak kikir terhadap
isteri dan anaknya tapi royal terhadap orang lain yang bukan tanggung jawabnya,
masalah juga akan muncul jika tidak ada keterbukaan khususnya antara sang suami
dan isteri, bila perlu bisa melibatkan seorang anak, apalagi keputusannya
menyangkut keharmonisan sebuah rumah tangga.
Saudara Muhammad Kasef yang di Rahmati Allah. Kami
cukup prihatin dengan keadaan ini, Sekedar menuntut di akhirat tidak ada
masalah, dan tentunya Allah akan menuntut tanggung jawab seorang ayah tersebut,
namun sebesar apa pun kesalahan dan dosa seorang ayah ia tetap orangtua
yang sah bagi anda. Bahkan hak-hak kewalian dan hak waris pun tetap berlaku.
Sebagai anak yang sholeh kebencian dan ketidaksukaan anda tersebut harusnya
bukan terhadap ayah anda, akan tetapi pada perbuatan dan sikap ayah yang
mengabaikan keluarganya. Bukankah Al-Quran tetap memerintahkan untuk bergaul
dengan baik di dunia ini walaupun sang ayah (orangtua) berbeda keyakinan.
Seperti itulah sahabat Nabi Sa’ad bin Abi Waqosh tetap menjaga hubungan baik
dengan orang tua sebagai bakti setelah Tauhid.
(Jawaban Ustadz Rahmat Kurnia Lubis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar