Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
Wakil
Ketua Ikatan Italian Islamic Religious Community sekaligus ketua dewan
ISESCO (Islamic Education Scientific, and Culture Organization) Eropa,
Yahya Sergio Yahe Pallavicini, mengatakan, cara
yang dilakukan oleh Indonesia sejak ratusan tahun lalu untuk menyebarkan
Islam sangat menarik. Dalam menyebarkan agama Islam, orang Indonesia
menggunakan pendekatan budaya. “Ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang
bijak, bisa melakukan pendekatan terhadap orang yang belum Islam melalui cara
budaya lokal. Hal ini memberikan kesan positif di mata orang yang belum memeluk
agama Islam, bahwa memang Islam bisa bergandengan tangan dengan budaya lokal
yang ada. Inilah hal yang sangat di perlukan di wilayah Eropa khususnya
penyebaran Islam di Italia kata Yahya di sela acara Konferensi Islam Khusus
Menteri Kebudayaan yang di selenggarakan oleh ISESCO di Madinah, Arab Saudi.
Menurut Muhammad Nuh (menteri pendidikan dan kebudayaan RI) menyatakan bahwa
orang sering terjebak di ekspresi atau hanya tampilan kulit luarnya saja.
Perbedaan Islam yang masuk antara penyebaran budaya Islam Spanyol dan Indonesia
adalah bahwa ketika masuknya agama ini ke Cordova seluruh kebudayaan lokal di
hapus tradisinya. Yang tersisa hanya bangunan fisiknya saja. Berbeda dengan di
Indonesia yang penyebarannya melalui ke arifan dan menghargai perbedaan. Perlu
kita ketahui, begitu Islam dikalahkan dari bumi Averroes (Ibn Rusyd) tersebut,
maka sisa-sisa ajaran Islam pun di berangus. Ibaratnya, kalau orang yang
berkuasa melalaui kudeta, nanti kalau jatuhnya juga dengan kudeta”.
Oleh
karena itu, pendekatan Islam yang oleh tokoh sufi, wali songo dan pendakwah
Islam di nusantara adalah pendekatan yang sangat dinamis sekali dengan situasi
dan zaman ketika itu, pendekatan tauhid (tauhid approach) yang kemudian
harus menyatu dengan aspek budaya dan peradaban tidak berarti menghendaki
penyeragaman paham yang serba tunggal, tetapi bagaimana satuan elemen peradaban
dan budaya dapat berjalin secara integral, dan menjalin bubungan interkonektif,
sehingga elemen satu sama lain saling melengkapi untuk mewujudkan kehidupan
bersama demi cita-cita terbentuknya peradaban utama. Dakwah yang bijak.
Dilakukan dengan kalimat santun,. Melihat objek dakwah atau siapa yang kita
dakwahi, kapan dan dimana kita melakukan aktifitas dakwah tersebut. Dakwah
harus mampu dan menjadi bagian dari usaha untuk menjadikan dirinya sebagai rahmatan
li al-alamin, yang membawa kesejahteraan hidup manusia, dan semua yang ada
di alam semesta. Disini dapat dibuktikan bahwa visi dakwah yang berlandaskan
tauhid tersebut sesungguhnya tidak berlawanan dengan perubahan itu sendiri.
Karena dakwah merupakan pandangan teologis yang di anjurkan oleh Allah SWT,
yang dapat di implementasikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sosial,
ekonomi, budaya, yang pada dasarnya membawa semangat kemanusiaan, peradaban,
dan ilahiyah.
Visi
Keberagamaan, keberislaman, tauhid, dan dakwah yang penuh hikmah ini juga
selaras dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 2 tahun
1989 dan UUSPN No 20 tahun 2003. Dalam UUSPN 1989 disebutkan bahwa pendidikan
nasional bertujuan, “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dakwah yang perlu kita pahami
seharusnya tidak sebatas tekstual an sich yang hanya memaparkan metode ceramah
dengan memaparkan materi kajian ilmu di masjid atau di tempat-tempat majelis
dan selanjutnya para pendengar diam dengan berasumsi sami’na wa atha’ma
(kami dengar dan kami taati). Dakwah itu sangat luas untuk memberikan
pengajaran baik melalui lisan dan hal/kelakuan, sehingga metode dan coraknya
juga tentunya akan sangat beragam. Bahkan bila perlu sebenarnya juru dai itu
harus banyak belajar dengan gaya hidup modernitas, dimana para penceramah harus
mampu menjadikan suasana hidup dalam ruangan, tidak terkesan monoton alias
membuat para jamaah mengantuk, apalagi materi yang disuguhkan hanya itu-itu
saja.
Dakwah
kultural adalah dengan menjaga tradisi lokal, bila kita ingin mencoba
mengeksplorsikan dakwah nabi Muhammad saw tentang keberhasilan yang di raih
dengan mewujudkan agama ini di terima berbagai lapisan penjuru dunia dari
jazirah Arab bahkan sampai ke Indonesia saat ini, maka tiada lain dengan
menghormati kebudayaan dan peradaban yang ada. Nabi Muhammad saw mengetahui
bahwa Cina saatnya akan menjadi pusat pengetahuan, ekonomi, teknologi yang
cukup maju, sehingga dalam sabdanya ilmu itu bahkan harus di raih sampai ke
negeri tersebut. Itu merupakan penghormatan terhadap kebudayaan yang notabene
bukan negara Islam, Rasulullah memberikan rekomendasi untuk penggiat ilmu
menuju daerah tirai bambu tersebut.
Pengembangan Islam juga di sampaikan sebisa mungkin untuk tidak melukai
perasaan dan peradaban apalagi sampai menumpahkan darah, dakwah rasul di mulai
dengan dakwah rahasia, setelah pengikutnya banyak kemudian baru di beralih dengan
dakwah terbuka, yang tetap memberikan kebebasan untuk memilih dan agar tetap
damai dan saling bertoleransi. Hal ini di buktikan dengan ayatnya Allah SWT
berbunyi lakum dinukum waliyadin. Dalam urusan keduniawian kanjeng Nabi
tetap memberikan kebebasan untuk memilih cara yang tepat karena sejatinya kita
sendirilah yang paling mengetahui hal tersebut. Rasulullah hanya menanamkan
suatu hal yang paling esensial yaitu ketauhidan terhadap Allah SWT, dan
mengajarkannya dengan bijaksana, konsep tauhid harus mampu menjadi landasan
setiap aktifitas untuk tetap menjadikan Allah SWT sebagai spirit untuk perubahan
dan kebaikan.
Jika
kita ingin lebih konkrit, tentunya kita harus mampu merefleksikan sejarah
tentang bagaimana kanjeng Sunan Kalijaga menghargai kebudayaan, tradisi saat
itu bukanlah penghalang untuk bertauhid, bila wayang dan pakaian adat yang
menjadi tradisi memang tidak berseberangan dengan agama itu sendiri justru hal
tersebut merupakan alat untuk meletakkan dasar keberagamaan di tengah
masyarakat pulau Jawa ketika itu, kanjeng Sunan Kalijaga, menanamkan tauhid dan
syahadat dalam tradisi wayang budaya setempat, bahkan dimana ketika para wali
banyak memakai jubah dan pakaian ala Arab justru ia memakai pakaian lengkap
dengan blangkon Jawa. Seorang wali, seorang nabi dan rasul yang mengetahui
psikologis dan cara-cara penduduk setempat akan lebih bijak memutus dan
menetapkan perkara, sebagaimana rasul jika ada orang yang bertanya tentang
sesuatu hal terkait amalan shaleh maka ia akan menjawab sesuai dengan kebutuhan
sahabat tersebut, ada kalanya rasul menyampaikan dengan berbaikti kepada kedua
orang tua, jika yang datang adalah orang yang sedikit renggan dengan orang
tuanya, di lain waktu di sampaikan jihad yang palinga mulia adalah menuntut
ilmu, jika kebetulan orang yang datang adalah orang yang lemah atau malas dalam
mencari ilmu, bisa jadi di katakan oleh rasulullah bahwa amalan paling mulia
adalah bersedekah atau jihad ke medan perang jika di hadapan rasul tersebut
orang yang malas mengeluarkan harta atau yang enggan mengeluarkan zakat.
Kultur
bisa menjadi kebiasaan masyarakat setempat atau bisa menjadi kebiasaan individu
yang harus di baca, itulah kearifan yang harus di kembangkan untuk memulai
sebuah keberhasilan, dalam organisasi Muhammadiyah dalam pendiriannya Ahmad
Dahlan juga menyerap budaya modernitas dengan memakai jaz, dasi, dan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan agar umat tidak jenuh, dan tertinggal. Ini adalah
sebuah pencapaian yang visioner, orang tidak elergi terhadap ajaran agama ini,
orang tidak asing dengan Islam ini, karena kita mendakwahkan atau datang dengan
cara yang sesuai dengan semangat zaman.
Al Quran secara tegas menyatakan “Katakanlah wahai semua penganut
agama (dan Kebudayaan) bergegaslah menuju dialog dan perjumpaan multikultural
(kalimatun sawa’) antara kami dan kamu”, (QS. Ali Imran 3:64). Ayat ini
merupakan landasan dalam merajut keberagaman budaya dalam kesatuan dan
kebersamaan untuk dapat berjumpa secara dialogis-inklusif.
Keragaman
umat manusia merupakan sunatullah yang semestinya mendorong terciptanya relasi
antar manusia yang penuh pengertian dan pemahaman satu sama lain. Kita sebagai
umat beragama seperti di gariskan oleh Allah SWT tersebut harus menjadi pewarta
kebangsaan, kebhinnekaan dan perdamaian yang hidup rukun dengan semangat tauhid
sebagai landasannya. Tauhid bukan hanya sebatas pengakuan terhadap Allah SWT,
penghormatan terhadap makhluk-Nya sama hal nya kita telah menghormati
penciptanya yaitu Rabb Semesta ini. Maka alam, dan segala isinya harus kita
jaga, dan menjalankan dakwah ahrus dengan bijak tanpa harus memaksakan kehendak
saja. Tafakkaru
*Penulis
Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Prodi Agama dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar