Oleh Dr. Asep Usman Ismail
Ada tiga teori tentang asal kata ‘awrat
(baca: aurat). Pertama, berasal dari kata kerja ‘awira yang berarti hilang
perasaan, hilang cahaya, atau lenyap pandangan mata.
Kedua, berasal dari kata ‘âra yang berarti menutup atau menimbun.
Ketiga, berasal dari kata a’wara yang berarti mencemarkan apabila
terlihat, atau sesuatu yang mencemarkan apabila terbuka. ’Awrat juga
berarti malu, aib atau buruk. Dalam istilah Islam, ‘awrat
adalah anggota atau bagian dari tubuh manusia apabila terbuka atau terlihat
oleh orang lain akan menimbulkan rasa malu, ‘aib, dan menimbulkan
berbagai keburukkan lainnya.
Membuka aurat, baik sengaja maupun tidak sengaja,
menimbulkan pengaruh buruk bagi yang melakukannya maupun bagi yang melihatnya.
Orang yang membuka aurat akan menerima dampak buruk dari perbuatannya,
apabila orang tersebut memiliki muru`ah, harga diri, martabat
dan kehormatan. Pertama, akan merasa malu, risi dan tidak nayman, apabila
terbiasa menutup aurat dan menyadari muru`ah-nya. Kedua, kebiasaan
membuka aurat akan menghilangkan rasa malu, risi dan perasaan tidak nayman,
membuka bagian tubuh yang seharusnya ditutup di ruang terbuka. Ketiga, orang
yang membuka aurat di tempat umum akan kehilangan martabat dan kehormatan
dirinya; karena cara seseorang berbicara, duduk dan berpakaian mencerminkan
kepribadiannya.
Membuka aurat di depan umum menimbulkan pengaruh
buruk bagi orang yang melihatnya. Pertama, akan menimbulkan rasa malu, risi dan
perasan tidak nyaman. Kedua, akan membangkitkan dorongan seksual, terutama bagi
kaum laki-laki, meskipun tidak disalurkan kepada orang yang membuka ‘aurat
tersebut. Ketiga, terus menerus menyaksikan orang atau gambar orang yang
membuka aurat di berbagai tempat di ruang publik akan menimbulkan pola pikir
buruk yang sangat potensial untuk melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Islam mewajibkan orang yang sudah dewasa, baik
laki-laki maupun perempuan untuk menutup ‘aurat ketika berada di ruang
publik. ‘Aurat laki-laki bagian tubuhnya dari pusat hingga lutut;
sedangkan ‘aurat perempuan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua
telapak tangan. Keharusan menutup ‘aurat berkaitan dengan cara
berpakaian yang menutup ‘aurat. Rasulullah saw menegaskan, “banyak
orang yang berpakaian, tetapi telanjang”. Maksudnya, berpakain yang ketat
sehingga membentuk lekuk-lekuk tubuh atau berpakaian sangat minim. Kewajiban
menutu ‘aurat bukan hanya di waktu shalat, tetapi juga dalam aktifitas di luar
shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar