Oleh Dr. Asep Usman Ismail
Bay’at secara bahasa berarti transaksi,
perjanjian atau janji setia di antara dua orang atau dua pihak. Bay’at
merupakan pranata sosial di masyarakat Arab klasik pra-Islam. Biasanya bay’at
terjadi di antara anggota suku dengan kepala suku, terutama pada waktu
penobatan kepala suku baru. Dalam pengantar pidato penobatan, kepala suku
biasanya menegaskan: “Saya kepala suku (ra`îs al-qabîlah), bertanggung
jawab dalam menjaga murû`ah, yankni harga diri, kehormatan, dan
martabat qabîlah; melindungi seluruh anggota qabîlah dari
serangan musuh; dan menjamin seluruh anggota qabîlahkemudahanmendapatkan
air. Lalu, apa yang akan kalian berikan kepadaku? Mereka menjawab: “Kami
mendengar, kami setia, dan kami mematuhi perintah Anda”. Inilah bay’at
pada masyarakat Arab sebelum Islam. Bay’at dilakukan dengan saling
menumpuk tangan seluruh anggota qabîlah dengan ketua suku.
Dalam Islam, bay’at tergambar pada ayat
Al-Qur`an yang berikut: “Bahwasanya orang-orang yang berbay’at, (berjanji
setia), kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada
Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa melanggar janji,
maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri; dan barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah maka Dia akan memberinya pahala yang besar” (QS.
Al-Fath/48: 10).
Ayat ini turun di Hudaibiah tahun 6 H, ketika
Nabi SAW bersama para sahabat hendak umrah, sedangkan Walikota Mekkah tidak
mengizinkan beliau memasuki Mekkah. Dalam keadaan tidak menentu, Umar bin
Khattab mengajak para sahabat berbay’at dengan saling menumpuk tangan untuk
membela keselamatan Rasulullah SAW, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Inisiatif Umar bin Khattab ini mendapat persetujuan Allah dengan turunnya ayat yang
menyatakan: “Tangan Allah di atas tangan mereka”, yang mengisyaratkan bahwa
Allah mengikuti bay’at itu dengan meletakan tangan paling atas.
Dalam tarekat bay’at merupakan kontrak
belajar antara murid dengan mursyid. Murid berjanji terhadap dirinya untuk
mengamalkan zikir yang diajarkan guru dengan sebaik-baiknya.Janji itu
hakikatnya kepada Allah bukan kepada mursyid, sebagaimana para sahabat yang
berbay’at kepada Rasulullah SAW, pada hakikatnya mereka berjanji setia kepada
Allah.
Bay’at juga sering dilakukan oleh organisasi
bawah tanah untuk mengikat kesetiaan anggotanya terhadap ideologi dan rahasia
organisasi dengan ancaman hukuman mati, jika ada anggota yang mengkihianati
bay’atnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar