Laman

Jumat, 10 Januari 2014

BAY’AT



Oleh Dr. Asep Usman Ismail 

Bay’at secara bahasa berarti transaksi, perjanjian atau janji setia di antara dua orang atau dua pihak. Bay’at merupakan pranata sosial di masyarakat Arab klasik pra-Islam. Biasanya bay’at terjadi di antara anggota suku dengan kepala suku, terutama pada waktu penobatan kepala suku baru. Dalam pengantar pidato penobatan, kepala suku biasanya menegaskan: “Saya kepala suku (ra`îs al-qabîlah), bertanggung jawab dalam menjaga murû`ah, yankni harga diri, kehormatan, dan martabat qabîlah; melindungi seluruh anggota qabîlah dari serangan musuh; dan menjamin seluruh anggota qabîlahkemudahanmendapatkan air. Lalu, apa yang akan kalian berikan kepadaku? Mereka menjawab: “Kami mendengar, kami setia, dan kami mematuhi perintah Anda”. Inilah bay’at pada masyarakat Arab sebelum Islam. Bay’at dilakukan dengan saling menumpuk tangan seluruh anggota qabîlah dengan ketua suku.

Dalam Islam, bay’at tergambar pada ayat Al-Qur`an yang berikut: “Bahwasanya orang-orang yang berbay’at, (berjanji setia), kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa melanggar janji, maka sesungguhnya dia melanggar atas (janji) sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Dia akan memberinya pahala yang besar” (QS. Al-Fath/48: 10).

Ayat ini turun di Hudaibiah tahun 6 H, ketika Nabi SAW bersama para sahabat hendak umrah, sedangkan Walikota Mekkah tidak mengizinkan beliau memasuki Mekkah. Dalam keadaan tidak menentu, Umar bin Khattab mengajak para sahabat berbay’at dengan saling menumpuk tangan untuk membela keselamatan Rasulullah SAW, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Inisiatif Umar bin Khattab ini mendapat persetujuan Allah dengan turunnya ayat yang menyatakan: “Tangan Allah di atas tangan mereka”, yang mengisyaratkan bahwa Allah mengikuti bay’at itu dengan meletakan tangan paling atas.

Dalam tarekat bay’at merupakan kontrak belajar antara murid dengan mursyid. Murid berjanji terhadap dirinya untuk mengamalkan zikir yang diajarkan guru dengan sebaik-baiknya.Janji itu hakikatnya kepada Allah bukan kepada mursyid, sebagaimana para sahabat yang berbay’at kepada Rasulullah SAW, pada hakikatnya mereka berjanji setia kepada Allah.

Bay’at juga sering dilakukan oleh organisasi bawah tanah untuk mengikat kesetiaan anggotanya terhadap ideologi dan rahasia organisasi dengan ancaman hukuman mati, jika ada anggota yang mengkihianati bay’atnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar