Oleh :Rahmat Kunria Lubis *
Setiap manusia mempunyai
pemikiran, dan setiap pemikiran itu tentu nya berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman nya, satu hal yang membuat gelombang dakwah dan keberIslaman
itu bisa diterima di berbagai tempat di penjuru dunia ini adalah karena ia
merupakan agama yang sangat menghormati, dan tidak memberangus kebudayaan,
apalagi melarang sesuatu hal yang sifatnya kebaikan demi untuk tercipta nya
pemikiran-pemikiran baru, dan dalam hal ibadah sering di kait-kaitkan oleh
sebagian orang bahwa perbedaan khasanah dan ritual yang tidak ada di masa
rasulullah secara otomatis menjadi kesalahan fatal yang harus di bumi hangus kan.
Hal ini tentu nya perlu kita pikirkan jika kita memang cinta terhadap Islam
ini. Agama ini lahir dengan sebuah kesadaran bahwa ia bukan hanya sebatas
ritual yang harus di perdebatkan tapi hal yang jauh lebih penting dari pada itu
adalah bagaimana hubungan vertikal dengan Allah SWT dan horizontal sesama
manusia terjalin hubungan nya dengan baik. Inilah sesungguhnya esensial
keberIslaman tanpa mencoba menghakimi pikiran, dan seolah hanya pikiran kitalah
yang paling afdhal dan serta merta menafikan pendapat orang lain.
Dalam lintasan sejarah
selalu ada golongan yang merasa paling shahih ijtihad nya, sehingga
pemikirannya seolah sesuatu hal yang harus di paksakan untuk kebudayaan, pikiran
dan keyakinan orang lain, hal yang lebih parah lagi kemudian adalah adanya
beberapa pihak tertentu yang dengan serta merta untuk menabur kebencian
terhadap orang yang berbeda dengan nya justru merekayasa/menunggangi pemikiran
orang yang di hujatnya, tidak jarang orang yang menjadi bulan-bulanan nya
sebagai tokoh kafir atau musuh Allah SWT di interpretasi dengan pikiran nya
sendiri tanpa harus melakukan cros chek
atau tabayyun sebagai langkah awal mengetahui maksud dan pikiran orang yang
berbeda tersebut dengan nya. Selain itu, diantara orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dalam beragama ini adalah, melepas tanggung jawab untuk melakukan
klarifikasi, seseorang yang dalam dirinya sudah menaruh sentimen alias negatif
atau berburuk sangka kepada orang lain tanpa merasa beban atau dosa justru memperburuk
dialog yang tidak sehat dengan menyalah artikan pemikiran orang lain, mungkin
karena terlalu tidak suka dengan pendapat yang berkembang atau juga ingin
eksistensi nya mendapat sebuah pengakuan, maka ia melakukan pembohongan publik
dengan menyatakan pernyataan-pernyataan yang salah dari orang lain, membuka
aib, atau barang kali mengadakan sesuatu hal yang tidak ada, atau sebaliknya meniadakan
sesuatu hal yang ada.
Inilah realitas yang
harus kita sadari dan kita perbaiki secara bersama, sejak manusia ini ada, dan
sejak Allah SWT menciptakan surga dan neraka maka akan selalu ada penggoda,
tidak cukup hanya sekedar penggoda bahkan menabuh gendang kebencian dan
keberingasan menjadi sesuatu hal yang menghias berita. Pernahkah kita menyadari
bahwa kita menginginkan Islam yang rahmatan
lil ‘alamin itu tercipta bukan hanya untuk khalayak muslim saja, tapi untuk
seluruh alam semesta, ini artinya jika keberagamaan Islam saja untuk pemeluknya
menjadi pemantik arogansi yang hanya menuntut keakuan “keegoan” maka konon bagaimanakah
kepada orang yang berlainan agama dengan Islam itu sendiri, Islam itu menjaga
persatuan, menghargai pemikiran, dan bahkan dengan tegas rasulullah saw,
memberikan jaminan dan garansi bagi pemeluk agama lain, hal ini kita bisa lihat
dalam penegakan Madinah al Munawarah dengan Piagam Madinah sebagai
konstitusinya. Kita juga bisa melihat rentang sejarah yang terjadi di
Tahun 16 H / 632 M , Khalifah Umar ibn Khaththab mengirim pasukan ke negara
Super Power wilayah timur yaitu Kerajaan Persia yang sering mengganggu warga
muslim. Panglima Perang dipercayakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqas. Perang tidak
dapat dihindari karena Panglima Perang Kerajaan Persia yang bernama Rustam
menghadang pasukan muslim di Qadisiyah yang merupakan pintu masuk ke Kerajaan
Persia. Sejarah kemudian mencatatnya sebagai Perang Qadisiyah dan itulah perang
paling dasyat yang terjadi pada masa Kekhalifahan Umar. Perang diakhiri dengan
kemenangan pasukan muslim.
Ketika perang Qadisiyah
baru saja usai. Saat itu dua orang pahlawan perang masing2 Sahl bin Hunaif dan
Qais bin Sa’d sedang duduk, tidak lama lewat iringan jenazah dihadapan mereka,
spontan mereka berdiri menghormati jenazah yang melewati mereka sementara
sahabatnya yang lain tetap duduk sambil mengingatkan Sahl dan Qais bahwa
jenazah yang lewat tersebut adalah orang kafir dzimmi. Peringatan dari
sahabatnya yang tetap duduk itu dijawab oleh Sahl bin Hunaif dan Qais bin Sa’d,
“Sesungguhnya pernah ada jenazah lewat
didepan Nabi s.a.w kemudian beliau berdiri, lalu ada sahabat yang memberitahu
beliau bahwa jenazah itu adalah yahudi, kemudian Nabi bersabda. Bukankah dia
juga manusia?. [ Shahih Bukhari , Hadits No : 684 ]. Dinarasikan Ibnu
Mas’ud RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyakiti seorang kafir dzimmi, maka aku kelak yang akan menjadi musuhnya. Dan siapa
yang menjadikanku sebagai musuhnya, maka aku akan menuntutnya pada hari kiamat”.
Penghormatan nabi
Muhammad saw dan Islam kepada kemanusiaan adalah sesuatu hal yang harus di
jaga, memuliakan tamu, menghargai ijtihad dan pemikiran, orang yang berbeda
keyakinan, karena jika kita tidak menghargai kemanusiaan dan dialog yang santun
ini maka sama hal nya sesungguhnya kita telah merusak tatanan hidup yang
harmonis. Imam Syafii pernah menyampaikan sesuatu hal yang cukup bijak dalam
hidupnya terkait dengan ijtihad, dia mengatakan “pendapat saya adalah benar
tapi tidak menutup kemungkinan ada kesalahan di dalamnya, dan pendapat imam yang
lain adalah salah tapi tidak menutup kemungkinan termuat berita kebenaran di
dalamnya. Begitulah sang imam fiqh ini memberikan penghormatannnya bagi yang
mempunyai ijtihad. Sungguh orang bijak tidak pernah memutuskan persoalan dalam
prasangka buruk terhadap sesuatu hal. Demikian kata Muhammad Iqbal sang pemikir
asal Pakistan bahwa kebenaran itu adalah abadi maka silahkan menjempuntnya dari
mana pun ia berada. Dibutuhkan jiwa yang sehat, arif, dan bertanggung jawab
untuk mengakui keberadaan orang lain disisinya, hal ini di tambah pernyataan Buya
Syafii Ma’arif bahwa Timur dan Barat adalah punya Allah SWT mengingkari kebeneran
yang ada di barat sama halnya dengan mengingkari Allah SWT, bukankah
sesungguhnya rasul juga menyampaikan untuk berfastabiqul khairat bahkan sampai
ke negeri Cina.
Menuduh dengan alasan
yang tidak terbukti/tidak benar seperti mengatakan orang kafir, penganut aliran
sesat, Zionis dan antek-antek Yahudi, sampai mengatakan hujjah yang orang di
benci hanyalah merupakan taqiyah atau kebohongan saja untuk mendapat perlindungan
atau menutupi kemaksiatan. Perlu kita ketahui sampai kapan kita akan menuduh
dengan tanpa mempunyai alasan yang kuat terhadap kekafiran orang lain, jika
klarifikasi dan bahasa orang saja tidak pernah kita yakini. Ini sesungguhnya
menjadi dilema ke Indonesiaan dan keagamaan umat Islam di seluruh dunia. Hal ini
juga yang sering di sematkan oleh beberapa jamaah/media tertentu, kepada orang
yang tidak mendapat respon dukungan atas sikap radikalisme dan ritual tradisional/konservatif
seperti misalnya tuduhan kepada Said Agil Siradj sebagai pelaku takfir (yang
mengkafirkan orang lain), Quraish
Shihab tidak cocok sebagai penafsir al Quran, Gusdur dengan peninggalan bid’ah
nya. Emha Ainun Nadjib yang di anggap calo syiah, begitupun dengan Jalaluddin
Rahmat, semuan para tokoh dan pakar ini menjadi hujatan. Seolah mereka adalah
pewaris agama yang paling shaheh dan juru bicara Tuhan.
Dalam hal beragama,
Allah memberi kebebasan kepada manusia. Meskipun kebenaran itu dari Allah SWT,
namun Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengimani Allah dan Rasul-Nya.
Siapa yang ingin beriman, maka imanlah. Siapa yang ingin kafir, maka kafirlah. Pun
demikian, Allah menciptakan manusia menurut fitrah beragama tauhid. Semua bayi
yang lahir, mempunyai kesiapan untuk beragama Islam. Ketika ia besar, ia
menjadi kafir atau memeluk agama selain Islam, maka itu adalah karena pilihan
dan didiakannya sendiri. Karena sesungguhnya, Allah tidak pernah menganiaya
hamba-Nya. Jika ia sampai masuk ke neraka, itu tak lain karena ia sendirilah
yang telah menganiaya dirinya sendiri. Allah berfirman, "Maka beri kabar
gembiralah mereka dengan azab yang pedih." (QS. Al Insyiqaaq 24).
Sesungguhnya Allah SWT
yang paling berhak menilai dan paling mengetahui di antara hambanya, maka yang
paling mulai di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa. Hidup untuk
kemuliaan, penghambaan terhadap Allah SWT, dengan persaudaraan yang harmonis,
dan menjaga kebangsaan demi mewujudkan kekhalifahan di muka bumi-Nya. Itulah
tugas dan fungsi manusia tercipta. Rukun dalam perbedaan, dan mengingatkan
dalam hal nasehat serta sabar, berlomba-lomba untuk berbagi kebaikan. Itulah sumpah
Allah SWT atas nama waktu yang harus di jalani. Marilah kita membuka diri, sampaikan dengan santun tanpa menyakiti orang lain, apalagi menuduh dengan sesuatu hal yang tidak benar, agar kita lebih bermartabat disisi manusia terlebih lagi di hadapan Allah SWT.
*Penulis Adalah Alumni Profi Agama dan Filsafat Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakareta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar