Oleh Dr. Asep Usman Ismail
Istilah amanah merupakan bentuk masdar
dari kata kerja amina-ya’manu-amanan, amanatan yang secara leksikal
berarti ”tenang dan tidak takut.” Istilah amanah mengandung arti segala
sesuatu yang dipercayakan seseorang kepada orang lain dengan rasa aman
berdasarkan kepercayaan.
Di dalam Al-Qur`an Allah memerintahkan manusia
agar menunaikan amanat dengan sebaik-baiknya. ”Sungguh, Allah menyuruhmu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan
hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh,
Allah sebaik-baik yang memberi peringatan kepadamu. Sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat”. (Q.S. al-Nisa`/4: 58).
Konsep amanat yang diperintahkan kepada manusia
pada ayat di atas mengandung makna yang luas yang meliputi berbagai sudut
pandang. Ibn Jarir al-Thabari berpendapat bahwa amanat itu adalah apa yang
dibebankan kepada para pemimpin agar mereka menunaikan hak-hak umat yang
diserahkan kepada mereka dengan baik dan adil. Ibn Taymiyah (661-728 H)
memandang bahwa amanat mencakup kekuasaan dan aset kekayaan negara. Muhammad
’Abduh mengaitkan amanat dengan pengetahuan dan memperkenalkan istilah amanat
al-’ilm, amanat ilmu, yang menjadi tanggung jawab para ulama dan
cendekiawan Muslim untuk mengkaji ilmu dan meyebarluaskan kebenaran. Musthafa
Al-Maraghi menghubungkam amanat dengan tanggung jawab manusia kepada Allah;
tanggung jawab manusia kepada sesamanya; dan tanggung jawab manusia kepada
dirinya sendiri. Thanthawi Jauhari (1287-1358 H) berpendapat bahwa amanat
adalah segala yang dipercayakan kepada manusia berupa perkataan, perbuatan,
harta, pengetahuan, kekuasaan dan segala kenikmatan yang harus
dipertanggung-jawakan manusia di hadapan manusia di dunia, dan terutama
di hadapan Allah di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar