Laman

Kamis, 09 Januari 2014

ALLAH



Oleh Dr. Asep Usman Ismail 

Secara bahasa kalimat Allah berasal  kata aliha   yang memiliki dua arti, membingungkan dan menggelisahkan (karena kerinduan). Kedua makna ini menggambarkan sikap manusia terhadap Allah. Manusia dengan faham pemikiran kebendaan (materialisme), empirisme dan positipisme akan mengalami kesulitan dalam memahmi konsep Allah. Mereka cenderung kepada kesimpulan bahwa konsep Tuhan dalam Islam itu membingungkan. Pandangan ini akan melahirkan dua sikap fundamental tentang tuhan. Pertama, tuhan tidak ada. Tuhan hanyalah sebuah ilusi manusia, ketika gagal meraih sukses dalam hidupnya. Pandangan ini menggiring manusia menjadi atheis. Kedua, tidak bisa menerima konsep tuhan, karena bertentangan dengan logika materialisme, empirisme dan positipisme; tetapi juga tidak bisa mencabut akar ketuhanan pada dirinya. Pandangan ini menggiring manusia menjadi skeptis tentang tuhan.

Orang beriman yang dekat dengan Allah melalui shalat, dzikir dan doa, maka kepada dirinya Allah akan mengalirkan cahaya hingga intelek, emosi dan dan ruhaninya tercerahkan dengan cahaya Allah. Manusia seperti ini akan merasakan kerinduan yang luar biasa kepada Allah, bahkan mengalami kegelisahan, ketika nama Allah disebut seperti dilukiskan pada ayat yang berikut: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (Yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat dan yang menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”. (Q.S. Al-Anfal/8: 2-4).

Al-Qur`an menyatakan bahwa Allah itu bersifat imanensi, sangat dekat dengan manusia. Tidak ada jarak antara Allah dengan hamba. Allah tidak terhalang oleh ruang dan waktu. Allah meliputi seluruh alam ciptaan-Nya. ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku sangat dekat”. (Q.S. Al-Baqarah/2: 186). Allah pun jauh dari manusia dalam arti bukan alam dan bukan bagian dari alam, tetapi pencipta alam. Allah bersifat tanzih, berbeda dengan alam. Manusia yang memadukan kekuatan akal dan kalbu akan merasakan immensi dan transendental Allah secara seimbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar