Laman

Kamis, 30 Januari 2014

Islam Mengapresiasi Perbedaan

Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
 
Mustahil memungkiri pluralitas suku, etnis, dan agama yang hidup di negara ini. Bahkan teks-teks suci agama pun menyebutkan bahwa keberagaman dan perbedaan merupakan fitrah yang diciptakan Tuhan. Maka mengingkari perbedaan dan keberagaman juga berarti meragukan kekuasaan Tuhan. Dalam ayat suci al Quran di jelaskan “Likullin ja'alnaa minkum syir'atan waminhaajan walaw syaa-a allaahu laja'alakum ummatan waahidatan walaakin liyabluwakum fiimaa aataakum faistabiquu alkhayraati - Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.[ QS. Al Maa'idah 48: 48]. 

Menyikapi adanya banyak agama, ada pertanyaan mengapa Allah Swt tidak menetapkan sebuah agama dan syariat yang satu untuk semua masyarakat sepanjang sejarah, sehingga hal ini tidak akan menimbulkan perselisihan? Menjawab pertanyaan ini, ayat ini menegaskan, Allah Swt mampu menjadikan semua masyarakat sebagai  umat yang satu, serta mengikuti satu agama, Tapi hal ini tidak sesuai dengan prinsip penyempurnaan dan pendidikan manusia secara bertahap. Sebab, dengan berkembangnya pemikiran umat manusia, maka banyak hakikat yang harus semakin diperjelas dan metode yang lebih baik dan sempurna juga harus dipaparkan untuk kehidupan manusia.

Dalam konteks Indonesia, keragaman sebenaranya bisa dijadikan pemicu dinamika progresif kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun sayangnya masih banyak pihak yang memahami fakta perbedaan sebagai barang haram di negeri ini. segala sestua yang berbeda kerap dianggap hina dan perlu dikucilkan serta diasingkan dari ruang tata kehidupan. Sudah banyak contoh tindakan-tindakan yang mendiskriminasikan perbedaan. Sebut saja di antaranya seperti perilaku sebagian pemeluk agama yang mengklaim agama­nya paling benar, sementara agama yang lain salah dan ka­rena itu tidak berhak dan di­la­rang berkembang di ma­sya­rakat.

Menurut Prof Dr H Fauzul Iman, MA, jika keadaan semacam ini dibiarkan hak kebebasan beragama seseorang menjadi tidak dihormati dan puncaknya tatanan sosial dapat hancur. Prof Dr H Fauzul Iman juga menambahkan bahwa toleransi dan kebebasan agama bukan sekedar ditujukan pada pengalaman keagamaan dalam tradisi yang mapan. Hal-hal lain yang “baru” juga harus mendapatkan tempatnya secara layak. “Al-Qur’an mempolakan keragaman kehidupan dengan amat jelas melalui perbedaan pandangan (minhaj), potensi dan jalan hidup (syir’ah) yang dimiliki umat manusia (Q.S. 5:48). Perbedaan itu dimaksud­kan Tuhan sebagai jalan ber­lomba (berkompetisi) meraih kebaikan. Sebaliknya umat manusia yang mengingkari per­bedaan (keragaman) berarti menafikan kebaikan dari Tuhan,” Ungkap Prof Dr H Fauzul Iman.

Laysa albirra an tuwalluu wujuuhakum qibala almasyriqi waalmaghribi walaakinna albirra man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri waalmalaa-ikati waalkitaabi waalnnabiyyiina waaataa almaala 'alaa hubbihi dzawii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiina waibna alssabiili waalssaa-iliina wafii alrriqaabi wa-aqaama alshshalaata waaataa alzzakaata waalmuufuuna bi'ahdihim idzaa 'aahaduu waalshshaabiriina fii alba/saa-i waaldhdharraa-i wahiina alba/si ulaa-ika alladziina shadaquu waulaa-ika humu almuttaquuna "

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa [QS. Al Baqarah: 177].

Perbedaan harus nya membuat kita sadar bahwa sebagai manusia yang berbudi, mempunyai pemikiran cerdas dan mencintai kebersamaan bahwa hidup ini akan semakin kaya jika menampung perbedaan aspirasi, kita mengelola perbedaan itu menjadi sebuah kehidupan yang demokratis, menerima kritik maupun saran. Sikap seperti ini tentu nya jauh lebih mulia dari pada kita hanya mencoba menghakimi orang lain yang berbeda. Landasan berpikir dengan mengambil perbedaan hanya sebuah dinamika tanpa perlui harus di musuhi akan membuat kita menjadi peradaban maju baik secara agama, negara dan kemanusiaan, kita lihat saja sejarah telah mencatatkan berapa banyak Imam madzhaf, filosof dan tojoh sufi yang lahir dari buah pemikiran yang tidak menyudutkan. Pemikiran itu di bingkai dengan etika dan akhlak Islam maka akan menjadi kekuatan besar.

Anak muda yang  santun dan peduli akan tetap berpikir jernih terhadap kondisi bangsanya, ia tetap optimis tanpa harus melakukan perlawanan dan gerakan radikal yang justru mencederai nama dan kemuliaan agama itu sendiri. Perlu kita kutip susunan bait dari lagu yang di populerkan oleh Pujiono, seorang anak muda sederhana yang ikut dalam sebuah lomba audisi di salah satu stasiun televisi swasta, kelihatan sekali bahwa ia betul menghayati dan mencintai negerinya. Lirik tersebut adalah Bersatu di Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia negara kita tercinta, Kita semua wajib menjaganya, Jangan sampai kita terpecah belah, Oleh pihak lainnya, Pancasila dasar negara kita, Dengan UUD empat limanya, Jangan sampai kita diadu domba, Oleh bangsa lainnya. Mari berbuat sesuatu hal yang jauh lebih penting untuk bangsa. Berkarya melalui apa saja dengan wujud cinta dan saudara. Satu untuk semua yaitu bangsa Indonesia. Agama Islam untuk dunia. Maka wujudnya adalah dengan mengedepankan moral dan bertaqarrub kepadanya.

*Penulis Adalah Alumni Program Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Batil



Oleh Dr. Asep Usman Ismail

Istilah bâthil atau bathal secara bahasa berarti rusak, sia-sia, tidak terpakai atau tidak berguna. Dalam istilah Islam, batil berarti ajaran yang salah atau sesat; lawannya adalah haqq (baca: hak) ajaran yang benar atau kebenaran. Perbuatan maksiat, kemusyrikan dan kufur adalah perbuatan batil, yakni salah atau sesat; sedangkan amal saleh, tauhid dan iman adalah perbuatan yang benar. Al-Qur`an menegaskan: “Janganlah kamu mencampur-adukkan yang hak dengan yang batil”. (Q.S. Al-Baqarah/2: 42). Al-Qur`an pun menyebut istilah lain yang berarti al-bâthil, yakni al-ghayy (salah, sesat) sebagaimana termaktub pada ayat yang berikut: Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat (al-ghayy). (Q.S. Al-Baqarah/2: 256).

Surah al-Baqarah ayat 256 di atas menegaskan, tidak  ada paksaan dalam menganut keyakinan agama. Maksudnya, bahwa Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Agama Allah ini dinamakan Islam yang berarti damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai. Kedamaian tidak dapat diraih kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak ada paksaan dalam menganut keyakinan Islam. Alasan yang menjadi dasar pertimbangan tidak ada paksaan untuk masuk Islam adalah ”telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat”.  Jika demikian, menurut M. Quraish Shihab, sangatlah wajar setiap pejalan memilih jalan yang benar, dan tidak terbawa  ke jalan yang sesat. Sangatlah wajar semua masuk agama ini. Pasti ada sesuatu yang keliru dalam jiwa seseorang yang enggan menelusuri jalan yang lurus setelah jelas jalan itu terbentang di hadapannya.

Istilah bâthil di dalam Al-Qur`an mengandung tiga pengertian. Pertama, kepercayaan yang tidak sejalan dengan akidah yang benar. (Q.S. Al-Baqarah/2: 256). Kedua, perbuatan yang sia-sia (tidak berguna), ”Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptkan (alam) ini sia-sia (bâhil). Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari api neraka.” (Q.S. Ali Imran/3: 191). Ketiga, perbuatan yang tidak sejalan dengan tuntunan agama Islam yang benar. ”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 188).

Pancasila Untuk Agama, Indonesia dan Dunia



Oleh : Rahmat Kurnia Lubis *

Dari laporan Kompas dan Tribunews, Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama menyampaikan “Saya bangga terhadap Pancasila yang menjadi prinsip bangsa kalian, Indonesia. Saya juga mendukung Pancasila sebagai asas karena Pancasila itu seperti harta karun,” ujar Kardinal Tauran Vatikan, Sabtu (10/9/2011) siang. Dengan Pancasila, katanya, kemajemukan dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia dapat hidup dengan baik. “Dengan Pancasila, Indonesia tidak hanya mengakui adanya satu agama tertentu, tetapi beberapa agama. Ini sangat bagus, pluralis,” katanya. Kardinal asal Prancis itu menambahkan, perjuangan pun harus didasari semangat atau roh, yakni kasih. “Kasih di sini lebih dari pemikiran akademik atau intelektual, kasih itu yang membuka konsensus bersama,” ujarnya.

Jika kita lebih lanjut melihat tentang keberagamaan di Indonesia merupakan acuan besar yang tidak hanya di adopsi negara-negara di Asia tapi sejumlah negara di Eropa dan Amerika, Ormas Islam terbesar termasuk Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah mendampingi keberagamaan dan kebangsaan ini menjadi agama yang yang toleran dan bangsa yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan sesuai dengan harapan dan cita-cita pendiri bangsa. Bagi dua ormas besar tersebut bahwa pancasila merupakan sesuatu hal yang paling ideal dan sudah menyentuh semua suku, budaya, agama dari Sabang sampai Merauke. Jika pun ada gesekan antar umat beragam di Indonesia bila di telusuri lebih jauh untuk menemukan akar permasalahan yang ada tiada lain hanya motif politik, ekonomi, dan masalah radikalisasi yang tidak mengerti sejatinya maksud dan tujuan beragama itu sendiri, yaitu sesuai dengan harapan kanjeng Nabi Muhammad saw menciptakan Masyarakat, berakhlak dan berperadaban yang hidup rukun dalam perbedaan. Rasul membingkai umatnya dalam piagam Madinah yang waktu itu merupakan kesepakan bersama antara penduduk yang cukup plural.

Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Rusia, Hamid Awaludin pernah menyampaikan dalam sebuah kunjungan nya ke Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta bahwa model keberIslaman dan toleransi menjadikan Indonesia sebagai percontohan buat muslim di negeri tersebut, Islam tidak mencoba mengarabisasikan Indonesia, tapi budaya bangsa tetap masih di pelihara dan di jaga, tidak dengan serta merta ingin mengganti ideologi dasar yang telah didirikan oleh pejuang bangsa nya, tapi di jadikan sebagai asas untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tahun 1965 pernah suatu ketika Presiden Republik Indonesia pertama yaitu Ir. Soekarno  mengadakan kunjungan ke Rusia hingga terjadilah perbincangan dengan presiden Rusia, perbincangan itu adalah sebuah pertanyaan menarik dari sang presiden Rusia, bagaimana menurut pak Soekarno tentang kesan yang telah di lewati dalam kunjungan kenegaraan ke Rusia? Maka dijawab oleh Soekarno ketika itu, sungguh saya merasa tersanjung tapi sekaligus juga merasa tidak nyaman, maka sang petinggi Rusia yakni presiden langsung menyela, apakah yang membuat pak Insinyur tidak merasa nyaman? Soekarno ketika itu menyampaikan bahwa ia tidak menemukan satu mesjid pun yang berdiri untuk kepentingan umat muslim beribadah di Rusia, hingga dengan perbincangan yang sederhana itu sang Presiden dari Rusia langsung menurunkan kebijakan untuk membangun mesjid dalam bangunan tua yang memang pada dasarnya sebelumnya merupakan rumah ibadah bagi umat Islam. Sungguh bahasa diplomatik yang begitu mempesona terkesan sederhana namun membawa dampak yang sangat baik bagi keberlangsungan agama khususnya Islam di Rusia. Bahasa-bahasa sederhana, tanpa memaksakan kehendak tapi dengan diskusi ringan, santai dan bersahabat sering kebijakan itu berubah menjadi sebuah keputusan besar.

Indonesia yang cukup ramai setiap tahun nya menerjunkan jamaah haji ke Makkah, busana muslimah made in Indonesia dan model perbankan Syariah yang mulai berkembang membuat para mufti dari Rusia untuk menetapkan diri belajar ke Indonesia.  Antusiasme masyarakat dunia terhadap keberIslaman Indonesia yang menekankan perlunya semangat berbangsa dan menelurkan eksistensi nya agama yang tidak sebatas ritual dan dogma membuat Indonesia memang pantas untuk menjadi perhatian dunia. Pancasila sebagai pondasi yang telah memperkuat nasionalisme  telah mampu menjadikan para pejuang menciptakan negara bersama untuk semua budaya, agama dan pulau menjadi besar sebagai warisan untuk anak bangsa.

Sebanyak 12 ulama terkemuka dari 12 provinsi di Afganistan berkunjung ke Kampus UGM untuk mempelajari Pancasila secara lebih mendalam. Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc mengatakan kunjungan delegasi dari Afganistan ini memang sengaja untuk mempelajari Pancasila dan kehidupan multikultural masyarakat Indonesia yang bisa hidup rukun dan damai. Sebagai negara penduduk muslim terbesar, masyarakat muslim Indonesia bisa berdampingan dengan non muslim. Bahkan Borobudur dan Prambanan adalah  peninggalan agama Budha dan Hindu di sini,” kata Pratikno saat menerima kunjungan delegasi Afganistan di ruang multimedia, Kamis (19/9/13). Menurut Irham, sebagai ketua seminar ‘Pancasila untuk Indonesia dan dunia’  bahwa dasar Filsafat Negara Republik Indonesia’. ini banyak dikutip dan diterapkan oleh Negara dalam meletakkan dasar-dasar filsafat Negara. Pancasila menjadi perekat yang mendamaikan, menumbuhkan semangat dan nasionalisme dan mengakui kehidupan plural.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan KAlijaga Yogyakarta

Pesantren dan Universitas Keagamaan Penyambung Lidah Para Ulama

 
Oleh:  Rahmat Kurnia Lubis*

Dalam Islam sudah di sepakati secara umum atau menurut konsensus (ijma’) para ulama bahwa nabi dan rasul itu telah selesai misi nya dalam menyebarkan agama ini kepada para umat, hanya saja agama yang di sampaikan oleh para rasul melalui pesan-pesan wahyu sering mengalami kebuntuan ketika sudah masuk ke dalam pemikiran manusia. Maka untuk menyambung pesan para rasul-rasul atau utusan Allah SWT itu di butuhkan orang yang mengerti, tidak hanya sebatas paham, tapi bisa menjadi teladan, dan mampu menafsirkan keilmuwan Islam itu dalam konteks sosial yang lebih luas. Maka oleh karena itu ilmu Islam harus mampu menyerap kajian keilmuan di luar dirinya untuk menguatkan landasan berpikir dan tentunya mengokohkan keberIslaman seseorang agar tidak hanya sebatas pesan kaku dan doktrin jumud tetapi pemikiran yang dapat kita bedah, terbuka untuk zaman dan berkembang untuk kemajuan umat manusia. Satu hal yang perlu kita ingat adalah ketika Imam Syafi’i mengeluarkan sebuah fatwa di Iraq dan Mesir. Yang lebih fenomenal dengan sebutan qaul qadim dan qaul jadid. Imam Syafi’I dengan pemikiran yang logis mencoba menggabungkan dan menelaah ulang atas dua maha guru Abu Hanifah dan Imam Malik. Sehingga perbedaan pendapat atas dua masalah yang sama dalam dua wilayah yang berbeda membuka pemikiran kita bahwa sebuah ijtihad adalah sesuatu hal yang mencair seiring dengan pencarian fakta hukum yang di yakini kebenarannya dengan parameter-parameter tertentu. 
Istilah qaul jadid (perkataan baru) dan qaul qadim (perkataan lama) Qaul jadid ialah qaul (pendapat) Imam Syafi'i (pendiri mazhab Syafi'i) selama ia bermukim di Mesir (195-199 H), pada waktu itu ia berusia antara 45-49 tahun. Qaul Jadid diriwayatkan oleh sejumlah murid dan sahabat Imam asy-Syafi'i yang berdomisili di Mesir dan sekitarnya. Diantaranya Harmalah Bin Yahya At-Tujaibi (w.243 H), ar-Rabi bin Sulaiman al-Mawari (w.270 H), Abdullah bin Zubair al-Khamidi (w.219 H), Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w.231 H), Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H), Abdurahman bin Abdullah bin Abdul Hakam (w. 257 H), Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam (w. 268 H)ar-Rabi bin Sulaiman al-Jizi (w.256 H) dan Abu Bakar al-Humaidi (w.237 H). Adapun qaul qadim diriwayatkan oleh sejumlah sahabat dan murid Imam as-Syafi'i yang berada di Irak. Antara lain, Hasan bin Ibrahim bin Muhammad as-Sahab az-Za'farani (w. 240 H), Imam Ahmad bin Hambal, Sulaiman bin Dawud al-Hasyimi (w. 220 H) dan Abu Saur Ibrahim bin Khalid Yamani al-Kalbi. Dinamika pemikiran di kalangan para ulama adalah sebuah pemikiran yang berlandaskan proses pencarian, penelitian dan semata-mata untuk pengembangan wawasan keislaman. Tidak ada kita mendengar bahwa ke empat Imam besar dalam dunia Islam menjadi yaitu Hanafi, Hanbali, Maliki, dan Syafi’I saling memperebutkan jamaah serta mengklaim bahwa pendapatnya satu-satunya yang paling benar. 
Tradisi pesantren dan universitas-universitas Islam adalah merupakan lembaga yang di harapkan mampu menjawab kebutuhan dan kebuntuan umat di zaman modern, karena penafsiran yang humanis, teologi yang berwawasan kebangsaan perlu di kembangkan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam menjaga keutuhan peradaban. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, lembaga pendidikan ini tentu nya merupakan basis ke ilmuan yang menjadi modal dasar untuk mengerti tentang Islam, menjadi masalah kemudian adalah jika ada seorang atau lembaga tertentu yang hanya mempelajari Islam dengan metode training lantas kemudian memberanikan diri berfatwa dengan bahasa yang menghakimi bagi saudaranya yang lain. Antusiasme keberagamaan ini tentu nya harus kita apresiasi tapi bukan berarti pelajaran kita hanya sebatas sehari, dua hari, doktrin keberagamaan, atau sebatas mengetahui fadhilah dan kemudian semangat beribadah untuk mengejar pahala, balasan dan angka matematis dari amalan kita, apalagi hanya mengetahui konsep dasar jihad dalam perang, melupakan cara dan peraturan, terhadap siapa dan tolak ukur nya bagaimana, begitupun dengan orang yang memompakan semangat kehidupan zaman nabi sampai semua praktek dan model kebudayaan ingin di ubah seperti zaman nabi. Mencoba meraih tradisi dan sedikit saja tentang praktek Islam tapi melupakan banyak hal yang paling esensial dalam ber Islam. 
Dalam dunia Islam ada beberapa hal yang harus di perjuangkan dalam setiap aspek ritual dan kehidupan sosial yaitu maqasid syariah (tujuan syariat). Ada lima point penting, Pertama. Agama. Kedua, Jiwa. Ketiga,  Akal. Keempat,  Keturunan. Kelima,  Harta. Kelima hal diatas merupakan maslahah yang senantiasa di jaga oleh syariat meskipun dengan jalan yang berbeda-beda, sehingga yang di gulirkan oleh syariat meletakkan dua sendi dasar yaitu mewujudkan dan melahirkan hukum dan  Menjagan kesinambungannya. Dalam rangka menjaga ke lima point tersebut di atas harus di ciptakan keamanan dan kenyamanan sehingga tercipta negeri dan agama yang maslahat buat umat manusia. Dalam pembukaan Undang-undang dasar 1945 juga di sebutkan bahwa kemerdekaan hak segala bangsa, artinya maqasid syariah ini sudah berjalan sesuai dengan tujuan undang-undang begitu juga dengan pancasila yang di dalamnya terkandung muatan kehidupan berketuhanan, berkepribadian dan bermasyarakat. 
Insan akademis yang di suplay dari pesantren orang-orangnya merupakan wadah untuk mendiskusikan segala sesuatu hal, melakukan penelitian, belajar untuk membuka diri, berpikir rasional dan objektif. Universitas-universitas seperti Institut Agama Islam ini menjadi garda terdepan untuk penyambung lidah para ulama yang nanti nya memahami teks dan konteks serta memadukan nya dengan ilmu-ilmu umum lainnya sehingga agama ini menjadi sesuatu hal yang membumi dari proses Islamisasi ilmu pengetahuan.   
*Penulis adalah Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Rabu, 29 Januari 2014

Musibah Sebagai Ujian Kehidupan Untuk Menambah Ketaatan Dalam Menggalang Persatuan

Oleh:  Rahmat Kurnia Lubis*

Musibah tentu nya suatu hal yang tidak bisa di elakkan dari Takdir-Nya Allah SWT, baik musibah yang berlaku secara  individual maupun kolektif, muhasabah akhirnya menjadi suatu hal yang penting, namun sejati nya bagi seorang muslim setelah merenungi tentang apa, bagaimana dan kenapa, maka sejati nya  harus memunculkan sebuah kesadaran untuk memperbaiki akhlak, memperkuat ibadah, atau mendekatkan diri kepada Allah SWT serta menggalang solidaritas dalam menghadapi ujian nya Allah SWT tersebut.  Allah berfirman dalam al Quran : 

Walanabluwannakum bisyay-in minalkhawfi waaljuu'i wanaqshin mina al-amwaali waal-anfusi waaltstsamaraati wabasysyiri al shshaabiriina. [QS Al Baqarah (2) ayat 155].

Artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan  berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Ayat ini di sambung dengan ayat berikutnya yang mengatakan orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun".

Antara Ujian, Musibah dan Laknat (adzab) sering menjadi pembahasan yang kemudian di salah artikan untuk menyampaikan sesuatu maksud dalam berceramah atau pesan, ketika seseorang tidak menyukai tentang sesuatu hal, baik terhadap ideologi, personal, maupun konteks yang lebih luas, maka dalam hal  musibah ini, ia akan mempropaganda orang lain dengan menyebut kejadian yang terjadi sebagai laknat, begitu sebaliknya ketika musibah datang kepada diri maupun kelompok nya, ia hanya dengan serta merta mendakwahkan inilah ujian dari Tuhan semesta.  Saat ini ujian maupun musibah merupakan bahasa yang cukup damai untuk disampaikan kepada semua orang ketika terjadi bencana, tidak perlulah seorang muslim menyebut kepada muslim, atau orang lain dengan sebutan laknat dan adzab, karena akan mengandung polemik baru. Tentu nya ini jika misalnya si A yang di tuduhkan sebagai pembawa bencana oleh si B, maka secara otomatis pernyataan si A akan di balas dengan si B dengan pernyataan yang tidak kalah hebat nya, akhirnya menimbulkan polemik yang bisa mengangkat idealisme agama, budaya bahkan negara, jika hal tersebut terjadi maka peradaban manusia akan runtuh. Inilah pentingnya pembahasan terhadap sesuatu hal dengan bijaksana.

Saat ini ada banyak ujian atau musibah yang terjadi di bumi Indonesia, apakah kita harus bertaubat, tentu nya harus iya, artinya jika ada kesalahan, emosional, dan perilaku terhadap atasan maupun rakyat jelata, kemaksiatan yang sudah di perbuat melalui struktural maupun arogansi ke akuan atau pembelaan terhadap keyakinan dengan membombardir lawan atau teman, itu semua harus di akhiri, mari kita mendekatkan diri kepada Allah SWT, pendekatan diri adalah dengan memperbaiki hubungan terhadap manusia dengan memberikan hak sesama, tidak merusak, dan berkeadilan, sementara ibadah kepada Allah adalah dengan memperbanyak dzikir dan mohon ampun. Buah dekat kepada Allah yang mencintai kelembutan dan kasih sayang ini tentu nya menjadi terintegrasi atau sesuatu hal yang membumi dalam setiap langkah dan kebijakan. Inilah sejati nya seorang muslim yang tangguh.

Banjir, kemacetan, kekurangan pangan, kesehatan, serta pendidikan merupakan ujian yang harus kita berikan solusi nya, setelah hampir 69 tahun Indonesia merdeka, masih menumpuk pekerjaan yang harus kita atas secara bersama, harus kita pahami kemajuan peradaban itu harus di bangun secara bersama, mengatasi masalah harus di pikirkan secara kolektif, dan melestarikan nya menjadi tanggung jawab semua umat terkhusus sebagai seorang muslim.  Kekuatan itu ibarat lidi yang akan kuat dan optimal ketika digabungkan di antara ratusan lidi dan akan sangat rapuh jika hanya bekerja sendiri. Seorang muslim di berikan keleluasaan untuk berpikir rasional, objektif dan saling membantu dalam hal apa pun termasuk bekerja sama dengan seorang yang tidak beragama Islam. 

Bingkai yang di bangun oleh Islam adalah berlandaskan tauhid, dengan mengedepankan moral yang anggun dalam berperilaku. Siapa-siapa yang menyayangi atas apa pun yang ada di bumi niscaya ia akan di sayangi oleh apa yang ada di langit.  Dalam kondisi sulit orang yang mengalami musibah tentu nya perlu bantuan, bantuan bisa beragam corak dan warna yang harus kita berikan, mulai dari mendoakan, membantu secara finansial, pikiran, tenaga serta turut menguatkan hati mereka yang terkena bencana, jika misalnya ada pertanyaan, kenapa Allah SWT kemudian menciptakan dosa dan pahala, hitam dan putih, kuat dan lemah, kaya maupun miskin. Sesuatu hal yang saling berlawanan, maka jawaban nya adalah agar setiap manusia bisa saling melengkapi dan memiliki potensi untuk menggandakan amalan nya. 

Bagi pemimpin agama maupun pemimpin nasional yakni pimpinan lembaga pemerintahan, sudah seharusnya menyikapi berbagai macam ujian dan musibah ini dengan bijaksana, yaitu dengan memandang hal ini merupakan teguran dari Allah SWT untuk menjalankan amanah dengan baik, bagi agamawan adalah mendakwahkan Islam dengan benar, yaitu santun, mencontohkan akhlak, kemudian bagi pimpinan aparatur negara memandang musibah sesuatu hal yang tidak perlu di politisir. Tugas kita semua adalah saling membantu dalam perdamaian dan persatuan. Bukankah menyalakan lilin lebih baik dari pada meratapi kegelapan. Tafakkaru.

*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Apakah dengan membuatkan desain website sebuah merk bir, termasuk haram dan mendapat dosa besar? Oleh Adila Intifada



Sobat Birru yang hebat.

Allah telah menyerukan melalui firman-Nya, “… dan tolong-menolonglah kalian dalam melaksanakan kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan!” (QS. Al-Maidah: 2). Ini sebuah seruan yang telah jelas bahwa kita dibenarkan membantu dengan berbagai cara apapun dan bagaimanapun dalam segala perbuatan yang mengandung unsur kemaksiatan.

Bir adalah minuman yang mengandung alkohol dan tergolong minuman yang memabukkan. Meskipun kadar alkoholnya beragam dan perkara memabukkannya tergantung pada orang yang meminumnya, tetapi secara umum minuman bir tidak dapat disangkal merupakan minuman keras yang memabukkan. Oleh karena itu keharaman bir telah jelas hukumnya. Lebih jauh lagi, haram pula bagi kita melakukan aktivitas yang baik langsung maupun tidak langsung yang membantu kelestarian keberadaan minuman haram tersebut.

Setiap orang memang membutuhkan pekerjaan. Namun, sebagai umat Muslim tentunya kita harus selalu waspada dan selektif terhadap tawaran pekerjaan yang ada. Kita harus mendapatkan pekerjaan yang halal dan baik sehingga hasil yang kita dapatkan benar-benar terjamin merupakan rizki yang halal dari Allah SWT.
Upaya yang terbaik jika kita terjebak dalam pekerjaan yang tidak halal atau meragukan adalah beralih dari pekerjaan tersebut. Apalagi jika pekerjaan yang kita jalani ternyata (baru kita sadari) membantu aktivitas kemaksiatan, kita harus berkuat hati untuk menyelamatkan diri kita dengan cara mengakhiri karir kita di tempat kerja yang tidak halal itu. Teriring doa, semoga kita dimudahkan oleh Allah dalam pekerjaan-pekerjaan yang penuh dengan kebajikan. Amin.