Laman

Senin, 20 Januari 2014

MADZHAB




Oleh Muhammad El Maghfurrodhi  
 
Kata ‘mazhab’ dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja dzahaba-yadzhabu yang berarti pergi. Berdasarkan kaidah derivasi kata dalam bahasa Arab, ‘madzhab’ bermakna tempat pergi atau tempat yang menjadi tujuan dari aktivitas pergi. Definisi madzhab secara istilah adalah pendapat, pemikiran atau ijtihad seorang pakar agama Islam, yang sungguh-sungguh mendalami dan menguasai ilmu-ilmu Islam, dalam memahami perkara kehidupan umat manusia dalam segala aspeknya. Pemikiran seorang imam atau alim tersebut kemudian diikuti oleh umat Muslim berdasarkan derajat penerimaan atas argumen sang imam sehingga pada taraf tertentu kaum Muslim yang mengikutinya menjadi suatu entitas kelompok atau ajaran dalam Islam.

Dakwah Islam yang semenjak era Rasulullah SAW dan sahabat hingga masa-masa sesudah mereka semakin meluas dan menyebar ke kawasan-kawasan baru, menyebabkan sentuhan dan singgungan dengan budaya lain tidak terhindarkan lagi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di peradaban kehidupan manusia pun semakin menjadi. Kontak budaya dan perkembangan teknologi sangat menuntut Islam untuk memberikan payung hukumnya mengenai urusan-urusan kehidupan yang dahulu, pada masa Nabi SAW, tidak ditemukan atau tidak terjadi. Kondisi tersebut diperkuat dengan tiadanya jawaban spesifik dalam Al-Quran dan sunah mengenai masalah-masalah baru yang dihadapi umat manusia. Hal ini mendorong para ulama dan pemimpin Islam di masing-masing wilayah untuk membuat keputusan atas hukum Islam mengenai segala permasalahan umat pada masanya.

Perbedaan madzhab lahir oleh sebab perbedaan dalam memahami ajaran yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah yang tidak bersifat absolut atau ajaran Al-Quran dan sunah yang sifatnya zhanniy (fleksibel, masih bisa ditafsirkan). Sementara pada ayat-ayat atau ajaran Al-Quran dan sunah yang qath’iy (tetap atau pasti), ijtihad para ulama atau madzhab mereka bisa dipastikan tidak berbeda.

Perbedaan dalam madzhab yang hanya berkisar pada penafsiran ajaran Al-Quran dan sunah yang masih samar artinya, bukan mengenai ajaran dasar Islam, menyebabkan perbedaan tersebut dapat diterima oleh umat Muslim. Kecenderungan mendukung suatu madzhab daripada madzhab yang lain tidak menyebabkan seorang Muslim keluar dari Islam.

Dalam bidang fikih atau hukum terdapat empat madzhab utama, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
Madzhab Hanafi dimulai dari pemikiran Nu’man bin Tsabit yang terkenal dengan sebutan Abu Hanifah. Pemikiran hukumnya bercorak rasional. Madzhab ini lahir di kota Kufah yang pada masa Imam Abu Hanifah sudah berperadaban tinggi. Berbagai persoalan yang muncul banyak dipecahkan melalui pendapat (ra`yu), analogi (qiyas), dan pengutamaan kemaslahatan (istihsan). Pada masa pramodern, madzhab Hanafi adalah madzhab resmi Kekhilafahan Abbasiyah di Irak. Kini, pengikut madzhab Hanafi tersebar di Turki, Suriah, Afghanistan, India, Lebanon, dan Mesir.

Madzhab Maliki diprakarsai oleh Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Asybahi atau Imam Malik. Pemikiran hukumnya banyak dipengaruhi sunah penduduk Madinah yang cenderung tekstual. Bahkan, Imam Malik tidak pernah meninggalkan Madinah kecuali ketika menunaikan ibadah haji. Beliau lahir, tumbuh, besar, hingga menjadi mufti di kota wafatnya Nabi SAW tersebut. Karya besar beliau yang hingga kini diwarisi oleh umat Muslim di seluruh dunia adalah buku Al-Muwatta, kumpulan hadis Nabi SAW disertai penjelasan beliau mengenai nilai sunah yang terkandung dalam setiap hadis.

Madzhab Syafi’i dipelopori oleh Abu Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafi’i atau Imam Syafi’i. Masa hidup beliau berlalu di tiga negeri, Baghdad, Madinah, dan Mesir. Oleh sebab itulah warna pemikiran hukumnya cenderung konvergen atau pertengahan antara arus tradisionalis dan rasionalis. Urusan dan persoalan kehidupan masyarakat, khususnya bidang sosial, pada masa Imam Syafi’i semakin kompleks sehingga selain berpegang pada Al-Quran, sunah, dan ijma’ ulama, beliau juga mendasarkan pemikiran hukumnya pada qiyas. Imam Syafi’i disebut sebagai yang pertama membukukan ilmu Ushul Fikih melalui bukunya Al-Risalah. Pemikiran beliau cenderung moderat. Madzhab Syafi’i banyak dianut di pedesaan Mesir, Palestina, Suriah, Lebanon, Irak, Hijaz, India, Iran, Yaman, dan Indonesia.

Madzhab Hanbali lahir berawal dari pemikiran Ahmad bin Muhammad bin Hanbal atau Imam Hanbali. Beliau ialah murid Imam Syafi’i. Pemikirannya bercorak tradisionalis atau fundamentalis. Karya tulisnya yang terkenal adalah Musnad, atau umat Muslim biasa menyebutnya Musnad Imam Ahmad. Buku tersebut mirip dengan kitab Al-Muwatta karya Imam Malik yakni berupa kumpulan hadis Nabi Muhammad SAW. Madzhab Hanbali banyak dianut di negara Irak, Mesir, Suriah, Palestina, dan Arab Saudi.

Meskipun umat Muslim di seluruh dunia tersekat-sekat oleh madzhab, persatuan dan persaudaraan sesama Muslim selalu terjalin dengan kesepakatan mereka untuk selalu setia kepada Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW. Kedua sumber utama hukum Islam tersebut menjadi faktor pemersatu umat Muslim yang tidak bisa ditawar lagi. Bagi umat Muslim masa kini, sudah semestinya sikap saling menghormati kecenderungan setiap Muslim dalam mengikuti madzhab hukum dalam Islam dimiliki dan ditanamkan dalam jiwa mereka. Bagi umat Muslim yang mendiami daerah yang gersang dan sangat sulit untuk mendapatkan air, ketentuan hukum mengenai wudhu atau bersuci sudah barang tentu lebih longgar daripada ketentuan hukum yang sama di wilayah yang kaya sumber air. Kondisi tersebut sangat mungkin teranalogikan dalam perkara-perkara hukum lainnya. Jadi, sekali lagi, pada dasarnya kita wajib menghargai perbedaan madzhab yang dianut umat Muslim. Pada saat yang sama kita harus mengedepankan sisi persaudaraan sesama Muslim dalam setiap hubungan muamalah kita dengan setiap Muslim.*

* oleh Muhammad El Maghfurrodhi, diolah dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar